Santunan Dhani tak Bisa Hentikan Kasus Dul
JAKARTA,SNOL Polda Metro Jaya memastikan kasus kecelakaan yang disebabkan anak bungsu Ahmad Dhani, AQJ alias Dul, 13 tahun, akan terus berlanjut hingga ke pengadilan. Kesepakatan damai serta janji pemberian santunan tidak akan membuat polisi menghentikan kasus kecelakaan yang merenggut enam nyawa dan 11 korban luka parah pada Minggu (8/9) dinihari.
Polisi sebenarnya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ahmad Dhani dan Maia Estiyanti untuk mendapatkan keterangan tentang kejadian-kejadian sebelum kecelakaan. Polisi juga akan mendalami apakah Dhani dan Maia mengetahui atau bahkan mengizinkan AQJ mengendarai mobil meski belum memiliki SIM.
“Keterangan keluarga sangat penting, karena setidaknya keluarga mengetahui kejadian-kejadian sebelum tersangka terlibat kecelakaan,” kata Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Sambodo Purnomo, Selasa (10/9).
Namun, hingga pukul 14.00, Dhani dan Maia tidak hadir di Dirlantas Polda Metro Jaya di kawasan Cawang, Jakarta Timur. Keduanya absen karena Dhani masih mengunjungi rumah sejumlah keluarga korban baik yang meninggal dunia maupun luka-luka.
Sementara, Maia hingga tadi malam diketahui belum pernah meninggalkan kamar perawatan AQJ di RS Pondok Indah. Polisi berencana memanggil lagi keduanya pada hari ini (11/9). “Kami akan melayangkan panggilan kedua pada Ahmad Dhani dan Maia besok (11/9). Soal jeratan hukum untuk orang tuanya hingga kini penyidik belum memutuskan,” lanjut Sambodo.
Menurut perwira dengan dua melati di pundak tersebut, penyidik hingga kini masih mendalami penyebab mobil Mitsubishi Lancer B 80 SAL tersebut melayang menabrak guardrail tol lantas menabrak Daihatsu Grand Max dan menyenggol bagian belakang Toyota Avanza yang berada di arah berlawanan. Penyidik juga masih menunggu hasil oleh TKP yang dilakukan oleh tim Traffic Accident Analysist (TAA) dan laboratorium forensik.
“Kasus ini akan berjalan terus meski telah terjadi perdamaian dan pihak tersangka telah memberikan santunan kepada keluarga korban,” tegas Sambodo.
Hal ini disebabkan Pasal 235 UU Lalu Lintas memang mengatur bahwa penyebab kecelakaan wajib bertanggung jawab pada masa depan korban dan keluarganya. Dengan demikian, meski santunan telah diberikan dan tidak ada tuntutan dari keluarga korban, proses hukum harus tetap berlangsung.
Penyidik hingga kini menetapkan AQJ sebagai tersangka tunggal karena menganggapnya bersalah karena kelalaian sehingga menyebabkan korban meninggal dunia dan luka berat sesuai pasal 310 ayat 4 UU 22 tahun 2009 tentang Lalu-lintas dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun.
Polisi batal menetapkan status tersangka pada sopir Grand Max yang awalnya dinilai bersalah karena melakukan modifikasi terhadap Gran Max sehingga mampu menampung 13 orang penumpang. Setelah dilakukan pemeriksaan, modifikasi ternyata dilakukan oleh perusahaan yang menyewakan, sehingga sopir Daihatsu Gran Max dinyatakan sebagai korban.
Polisi juga akan menggunakan UU No 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak sehingga anak yang berusia 13 tahun dapat dimintai pertanggungjawaban hukum dengan sejumlah perlakuan khusus. Diantaranya, hakim, jaksa, dan pengacara tidak akan menggunakan toga, sidang dilakukan secara tertutup, dan pemidanaan tidak menghilangkan masa depan tersangka.
“Kita berkonsultasi dengan psikolog. Hasilnya, kejiwaan anak yang masih labil menyebabkan faktor human error meningkat. Faktor itu yang membahayakan anak-anak ketika berkendara,” terang Kanit Laka Lantas Satlantas Polres Metro Jakarta Timur AKP Agung Budi Leksono.
Berdasarkan hasil tes darah dan urine, AQJ dinyatakan negatif narkoba dan alkohol. Penyebab kecelakaan diperkirakan ketika kecepatan mencapai 105,8 kilometer per jam, ban tidak dalam posisi seimbang sehingga selip dan mobil membelok ke arah besi pembatas jalan (guardrail).
Setelah menabrak guardrail, sehingga potongan guardrail sepanjang tiga meter tersangkut ke bemper Mitsubishi Lancer, mobil masih meluncur sepanjang 34 meter ke sebelah kanan dan menabrak bagian depan Grand Max serta menyenggol bagian lambung Avanza yang berada di jalur mengarah ke Bogor.
“Faktor lainnya adalah adanya perbedaan tinggi jalan antara jalur yang mengarah ke Bogor dan yang mengarah ke Jakarta, serta lemahnya pembatas jalan (guardrail) yang seharusnya mampu mencegah mobil beririsan dengan kendaraan yang melaju dari arah yang berlawanan,” terangnya.
Kapolda Metro Jaya Irjen Putut Eko Bayuseno menegaskan, pihaknya akan melakukan proses penyidikan secara profesional. Hal itu terkait dengan kekhawatiran bahwa orang tua tersangka, Ahmad Dhani, menggunakan pengaruhnya untuk memengaruhi penyidikan.
“Kami dalam hal proses penyidikan tidak bisa dipengaruhi siapapun. Kamu lurus dan profesional,” kata Putut di sela rapat kerja Kapolri dengan Komisi III DPR di kompleks parlemen, kemarin. dia meminta publik untuk bersabar menunggu hasil penyidikan.
Putut menjelaskan, selain hasil dari olah TKP, kepolisian juga mengundang ahli untuk mengetahui perkiraan kecepatan mobil yang dikemudikan AQJ. “Kami tambah juga dengan keterangan dari sebelas orang saksi,” kata Putut.
Jumlah saksi tersebut belum termasuk Ahmad Dhani. Dari pentolan grup band Dewa 19 tersebut penyidik ingin mengetahui apakah orang tua mengizinkan atau tidak AQJ mengemudikan kendaraan sendiri. “Kemungkinan bisa,” jawab saat Putut saat ditanya kemungkinan Dhani dikenai pasal pidana.
Mantan ajudan Presiden SBY itu mengatakan, memang akan ada perlakuan khusus dalam menangani kasus AQJ itu. Sebab, tersangka masih berusia 13 tahun. Misalnya dengan memberikan pendampingan. Namun proses peradilannya akan diserahkan kepada pihak yang berwenang.
Terkait dengan ada tidaknya tuntutan dari pihak keluarga korban, Putut mengatakan, hal itu akan menjadi pertimbangan bagi hakim dalam proses persidangan untuk menjatuhkan putusan. “Kami hanya dalam proses penyidikan, nanti (vonis) terserah pengadilan,” ujar Putut.
Terkait rencana Dhani merujuk anaknya ke sebuah rumah sakit di Singapura karena ada pendarahan di bagian perut, polisi mempersilakan keluarganya meminta izin ke penyidik. Menurut Sambodo, izin berobat hingga ke luar negeri memungkinkan setelah dokter kepolisian melakukan pemeriksaan karena penyidik juga berkepentingan agar tersangka segera dapat dimintai keterangan.
Tidak takut melarikan diri? “Anak kecil dengan kondisi seperti itu emang bisa lari seberapa jauh,” kelakar Sambodo. (agu/yuz/fal/jpnn)