Rakyat Prancis Tolak Aksi Militer ke Suriah

PARIS,SNOL Semakin hari, rencana Amerika Serikat (AS) untuk melancarkan aksi militer atas Suriah justru kian menuai banyak kendala. Di pengujung G-20 Jumat lalu (6/9).  Presiden Barack Obama seperti memenangkan dukungan dari negara-negara Eropa. Tetapi, pendapat para pemimpin Eropa itu ternyata tidak selalu mewakili suara rakyat.
Prancis, misalnya. Rakyat Negeri Anggur tersebut ternyata tidak sepakat dengan Presiden Francois Hollande yang mendukung rencana AS untuk menyerang Suriah. Kemarin (7/9) harian Le Figaro memublikasikan hasil survei pendapat rakyat soal rencana aksi militer AS. Lebih dari dua per tiga responden menentang serangan AS ke Suriah. Angka itu terus meningkat sejak akhir Agustus lalu.
“Sebanyak 68 persen responden mengaku tidak sepakat dengan rencana presiden untuk mengirimkan pasukan ke Suriah sebagai bentuk dukungan terhadap aksi militer AS,” kata surat kabar yang berbahasa Prancis tersebut. Pada edisi 29 Agustus lalu, responden yang menentang kebijakan Hollande berkisar 59 persen. Sejauh ini Prancis masih menjadi satu-satunya negara yang secara terbuka siap mendukung AS.
Bukan hanya jumlah responden penentang dukungan Prancis yang meningkat dalam waktu sepekan, namun jumlah responden yang tidak sepakat dengan segala bentuk aksi militer atas Suriah juga bertambah. “Sebanyak 64 persen responden menentang reaksi yang berbau militer dari masyarakat internasional tanpa peduli Prancis terlibat atau tidak,” ungkap Le Figaro.
DPR AS Tak Sepakat
Dalam perkembangan terbaru hearing kasus Suriah oleh House of Representatives alias DPR AS, tampak bahwa Obama harus bekerja keras meyakinkan parlemen soal ketepatan aksinya. Senat yang sudah memberikan lampu hijau pun masih bisa berubah sikap. Itu terjadi karena satu per tiga dari total jumlah 100 politikus yang duduk di Senat masih belum menentukan sikap.
Hingga kemarin, lebih dari separo politisi yang duduk di DPR AS mengaku belum punya pilihan. Sebanyak 433 anggota DPR AS yang sebagian besar adalah politisi Partai Republik cenderung menentang rencana Obama untuk menggempur Suriah. Meskipun kubu pemimpin 52 tahun itu sudah berkali-kali menegaskan bahwa aksi militer atas Suriah bukanlah perang.
Kongres AS bakal memungut suara soal Suriah paling cepat besok. Sebab, masa reses parlemen memang baru berakhir pada Senin (9/9). Saat menangkap sinyal yang kurang baik dari Kongres AS, Obama berencana mengemukakan pemaparan publik soal Suriah pada Selasa (10/9). Dia bakal menggunakan kesempatan tersebut untuk menggalang dukungan parlemen.
“Mungkin saja, saya tidak akan bisa mendapatkan dukungan mayoritas dari rakyat AS bahwa langkah yang saya pilih itu adalah yang paling benar,” kata Obama yang meninggalkan St. Petersburg pada Jumat malam waktu setempat. Tetapi, dia yakin bahwa sebagian besar pendukungnya, terutama para politisi Partai Demokrat, akan bisa memahami pilihannya.
“Tidak mereaksi (apa yang terjadi di Suriah) hanya akan mengirim sinyal yang salah kepada masyarakat dunia, juga rezim yang otoriter tersebut serta organisasi-organisasi teror di sana. Yakni, pemakaian senjata pemusnah massa tidak akan menuai sanksi apa pun,” ungkap Obama. Dalam pidato mingguannya, presiden keturunan Kenya itu meminta masyarakat agar lebih peduli terhadap penderitaan rakyat Suriah.
Di tempat terpisah, para menteri luar negeri Uni Eropa (UE) mengimbau AS agar bersabar. Mereka berharap pemerintahan Obama tidak bertindak apa pun sampai selesainya investigasi dugaan serangan gas di Suriah. Sebab, meski indikasi pemakaian gas beracun dalam pertempuran di lima lokasi yang berbeda di Suriah cukup kuat, bukti bahwa senjata kimia itu milik pasukan pemerintah belum ada.
Sebab, oposisi Suriah pun memiliki senjata kimia. Beberapa laporan menyebutkan bahwa oposisi pun sempat menggunakan gas sarin dalam pertempuran dengan pasukan Presiden Bashar al-Assad. Karena itu, para petinggi UE mengimbau AS supaya tidak ceroboh. Namun, Menteri Luar Negeri AS John Kerry menegaskan bahwa pihaknya tidak punya waktu untuk menunggu.
Sebelumnya, Kerry menyatakan bahwa aksi militer atas Suriah tidak akan menyeret AS ke dalam peperangan lain yang tidak berujung. Sebab, sesuai dengan instruksi Senat, aksi itu hanya berlangsung maksimal 90 hari. Itu pun tanpa melibatkan pasukan tempur. Tetapi, AS juga berencana memberikan pelatihan militer kepada kubu oposisi.
Paus Pimpin Aksi Puasa
Sementara para pemimpin dunia berdebat soal rencana aksi militer AS atas Suriah, Paus Fransiskus mencetuskan cara lain untuk menunjukkan simpati kepada rakyat Suriah yang menjadi korban krisis. Kemarin (7/9) Bapa Suci umat Katolik tersebut memimpin aksi puasa dan doa untuk masyarakat di republik tepi Laut Mediterania itu. Kemarin doa khusus juga diselenggarakan di St Peter’s Square.
Ajakan rohaniwan asal Argentina tersebut mendapat reaksi yang positif dari pimpinan Sunni Suriah Grand Mufti Ahmad Badreddin Hassoun. Dia mengimbau seluruh masyarakat Suriah agar mengikuti ajakan paus untuk berpuasa dan berdoa kemarin. Langkah serupa ditempuh Constantinople Bartholomew I, pemimpin spiritual kaum Ortodoks. Selama aksi berlangsung, bendera dengan lambang perdamaian akan berkibar di Kota Asisi.
Doa khusus untuk Suriah berlangsung selama empat jam di Kota Vatikan kemarin. Umat Katolik berkumpul di St Peter’s Square sejak sore. Prosesi doa baru berlangsung pada pukul 17.00 waktu setempat. Aksi serupa berlangsung di gereja-gereja Katolik di seluruh dunia. Mulai Kota Baghdad sampai Kota Jerusalem, Kota Mumbai sampai Kota Buenos Aires, dan Kota Washington hingga Kota Beirut. (jpnn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.