312 Ribu Anak Banten Putus Sekolah

SERANG, SNOL Sebanyak 312.000 lebih anak usia 16 sampai 18 tahun yang menyebar di kabupaten/kota se-Provinsi Banten tidak bersekolah.

Hal ini membuat Dinas Pendidikan (Dindik) dan Dewan Riset Daerah (DRD) perlu mengambil langkah-langkah yang konkret agar anak-anak usia remaja dapat  mengenyam pendidikan sampai tingkat menengah atas.

Kepala Dindik Provinsi Banten, Hudaya Latuconsina usai melakukan pertemuan dengan DRD bersama-sama dengan Sekretaris Daerah (Sekda), Muhadi, di pendopo Gubernur Banten mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2011 lalu tercatat sebanyak 312.409 dari 604.812 anak usia 16-18 tahun di Provinsi Banten tidak bersekolah.

“Kalau dilihat dari perbandingan jumlah anak yang ada dan tidak bersekolah, memang angkanya sangat mengkhawatirkan, lebih dari 50 persen anak di Banten diusia 16-18 tahun tidak bersekolah,” kata Hudaya, Rabu (20/3).

Dia menjelaskan, tingginya jumlah anak-anak yang tidak bersekolah, perlu dicarikan penyebab dan jalan keluarnya. Sehingga, angka itu dapat tertanggulangi dan menurun di tahun-tahun mendatang. “Dibutuhkan cara untuk mengatasi ini, agar tingkat partisipasi masyarakat dalam pendidikan menengah lebih tinggi, dan jumlah anak-anak yang tidak sekolah dapat ditekan. Ini merupakan tantangan dan harus dicarikan jalan keluarnya,” ungkapnya.

Dindik Provinsi Banten, masih menurut Hudaya, telah mengambil langkah-langkah dalam mengatasi persoalan anak-ana putus sekolah. “Kami telah merumuskan be-berapa langkah, dan langkah yang kami lakukan merupakan cara untuk mengurai persoalan tersebut,” papar dia.

Langkah yang telah diambil itu, sambungnya, diantaranya adalah melakukan analisa fakta yang terjadi di lapangan terkait persoalan sesungguhnya yang membuat anak-anak di Banten pada usia 16-18 tahun tidak berada di sekolah. Pihaknya melakukan analisa dengan mendekatkan pada data sekolah. Apakah tidak tertampung oleh jumlah kelas yang ada sekarang, tetapi kalau tidak ada kelas, masih banyak juga kelas yang kosong.

“Nah disini sebetulnya persoalannya dapat kita lihat. Jangan-jangan sudah ada yang tidak percaya pada sistem pendidikan formal, atau karena kondisi anak tersebut yang memang tidak memungkinkan untuk mengikuti sistem pendidikan formal,” ungkap Hudaya.

Menjawab mengenai jumlah kelas yang tersedia dengan jumlah anak yang ada, Hudaya menjelaskan, diperlukan jawaban akurat dan terukur agar nantinya bisa menentukan cara yang ampuh dalam mengatasinya. “Tetapi kalau melihat analisa kami, anak-anak usia 16-18 tahun cenderung ada gejala dimana kondisi anak tidak memungkinkan untuk mengikuti sistem pendidikan formal, karena harus bekerja,” ujarnya.

Untuk mengatasi hal itu, diperlukan formulasi yang tepat, yakni dengan penyelenggaraan sekolah mandiri atau sekolah dengan sistem pendidikan yang tidak terlalu rigid, tetapi lebih friendly (bersahabat) dengan kebutuhan anak, seperti home schooling.

“Pendidikan seperti home schooling ini masih memiliki kendala, karena lulusan sekolah ini jika ingin mengikuti pendidikan formal pada tingkat atasnya, harus mengikuti proses penyesuaian. Nah, ke depan kita akan bantu untuk menjadikan home schooling menjadi salah satu bentuk sekolah mandiri,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua DRD Provinsi Banten Masduki usai melakukan pertemuan dengan Pemprov Banten mengatakan, persoalan pendidikan dan kesehatan di Banten saat ini masih membutuhkan perhatian lebih. Karena, kondisi ini cukup rentan dalam menciptakan kemiskinan.

“Millenium development goals (MDG’s) atau tujuan pembangunan millenium di Provinsi Banten saat ini difokuskan pada persoalan pendidikan dan kesehatan. Kare-na, melihat angka pencapaian pendidikan di Provinsi Banten dilihat dari angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) jumlah siswa di sejumlah kabupaten/kota masih rendah. Selain itu, kasus angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (AKI) dan kasus-kasus penyakit menular lainnya,” jelas Masduki.

Upaya yang harus segera dilakukan katanya adalah, mengupayakan agar semua anak usia sekolah itu bisa mengenyam pendidikan, sehingga angka tidak bersekolah dapat ditekan atau dikurangi. “Masih ada yang perlu dilakukan peningkatan terutama dalam jumlah usia produktif yang bersekolah dan tidak bersekolah. Karena, hal tersebut nantinya akan berdampak pada angka pengangguran terbuka di Banten. Selain itu, persoalan kesehatan di Banten terutama AKI, AKB, penularan HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya juga masih cukup tinggi,” terangnya.

Masduki mengungkapkan, persoalan-persoalan yang ada seperti pendidikan dan kesehatan akan dibahas dan dikaji untuk mencari formula yang menjadi solusi, baik jangka pendek maupun untuk jangka panjang. Namun pihaknya mengingatkan, persoalan-persoalan yang ada merupakan menjadi tanggung jawab dari seluruh pihak termasuk pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat umum.

Sementara itu, Sekda Pemprov Banten Muhadi mengatakan, dalam pertemuan perdana dengan DRD, pihaknya telah menyampaikan sejumlah poin utama dalam potret pembangunan di Provinsi Banten. Baik yang berkaitan dengan pendidikan, pertanian, perdagangan maupun kesehatan.

“Kita sudah menyampaikan dan meminta saran dari DRD penanganannya seperti apa. Seperti soal pertanian, pendidikan dan lain sebagainya. Sekarang mereka mendengar-kan dulu pemaparan kami dan mereka menyiapkan solusi untuk kendala-kendala yang dihadapi,” kata Muhadi. (rus/enk)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.