Rodji, Kisah Larisnya Penari Sufi Selama Ramadan

Lalu lalang kendaraan di Jalan Jombang Raya, Tangerang Selatan, pada Jumat malam lalu (13/7) nyaris tak bersisa. Seiring dengan semakin sunyinya malam di wilayah pinggiran Jakarta itu, pengajian sufi yang berlangsung di sebuah rumah milik seorang pengusaha pengeboran minyak dari Sumenep, Madura, justru semakin “seru”. Alias sudah mendekati puncaknya, yang ditandai dengan kehadiran tarian sufi atau whirling dance.
Tiga penari berpakaian khas lengkap berwarna putih, lengkap dengan peci tinggi, lantas tampak bersiap. Sekitar 50 orang anggota jamaah yang saat itu bergabung di majelis yang diberi nama Zawiyah Haqqul Mubin tersebut pun serentak berdiri. Tarian memutar sambil berdoa itu biasanya memang menjadi pemuncak acara dengan diiringi doa bersama.
Bahkan, tak hanya tariannya. Segala atribut yang menempel di seorang penampil tarian sufi juga bermakna spiritual. Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam salah satu tulisannya menyebutkan, penutup kepala para penari itu, yang terdiri atas tarbur besar dan tinggi berwarna cokelat, melambangkan dimensi vertikal (hubungan dengan Allah). Topi melambangkan batu nisan yang mengingatkan manusia pada kematian. Sedangkan mantel putih yang dikenakan para penari adalah simbol kain kafan ketika dia menjadi mayat dan terbaring dalam kubur.
Di antara tiga penari yang tampil Jumat malam lalu itu, M. Rodji terlihat paling eye-catching dengan jubah besar mengembangnya. Saat dia berputar, jubahnya membentuk lingkaran dan semakin merekah sehingga berwujud seperti jamur payung raksasa. “Rodji itu menjadi penari karena ditunjuk langsung oleh Syekh Mawlana Muhammad Hisyam Kabbani,” ujar Ali, salah seorang anggota jamaah pengajian sufi itu.
Syekh Hisyam Kabbani merupakan salah seorang ulama dan syekh sufi yang sangat dihormati. Lulusan American University of Beirut, Lebanon, yang tinggal di Amerika Serikat itu rajin keliling dunia untuk mengunjungi jamaahnya. Termasuk saat meresmikan majelis Zawiyah Haqqul Mubin di Tangerang Selatan itu pada 15 Mei 2012.
Bagi Rodji, Syekh Hisyam Kabbani adalah sosok yang dianggap berjasa dalam menunjukkan jalan hidupnya, yakni sebagai penari whirling dance. Itu terjadi pada Desember 2006, saat dia tiba-tiba ditunjuk secara langsung untuk fokus menjadi darwis atau penari sufi oleh ulama yang menyebarkan ajaran sufi dalam konteks persaudaraan antarmanusia tersebut.
Ketika itu terjadi, Rodji baru tiga bulan bergabung dengan pengajian sufi yang di Indonesia berada di bawah naungan Yayasan Haqqani. “Waktu itu, Oktober 2006, saya bergabung dengan pengajian itu setelah dapat informasi dari internet,” terang dia.
Rodji bergabung dalam rangka mencari ketenangan batin karena sedang dilanda persoalan pribadi. Namun, Rodji enggan bercerita tentang masalah yang dihadapinya saat itu. “Waktu itu saya masih kerja di Metropolitan Ritel di bagian IT,” kisahnya.
Tiba-tiba saja Rodji merasa seperti ditunjukkan arah untuk ikut pengajian sufi yang saat itu bertempat di Tomang, Jakarta Barat. Suatu hari, sepulang kerja, dia pun mampir ke sana dan merasa cocok sehingga pada pertemuan berikutnya kembali hadir.
Nah, pada Desember 2006, ada pertemuan jamaah dengan Syekh Hisyam Kabbani di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta. Rodji ikut hadir di sana dan menyaksikan seniornya melakukan tarian sufi itu. Dalam hati, dia tertarik untuk mempelajarinya. Sebab, selama tiga bulan bergabung, belum sekali pun dia berkesempatan melatih diri.
Di luar dugaan, Syekh Hisyam Kabbani mendekatinya, lalu menunjuk Rodji agar berkonsentrasi menjadi penari sufi. “Tapi, mungkin itulah keajaibannya. Tiba-tiba, tanpa latihan seperti yang lainnya itu, saya kok jadi bisa. Semua jamaah menyaksikan fenomena tersebut,” ucapnya.
Setelah ditunjuk sebagai “duta resmi” tari Sufi oleh guru besar Tarikat Naqsabandiyah itu, perlahan Rodji memang keluar dari jalur kekaryawanannya. “Tahun 2008 itu, saya akhirnya keluar dari Metropolitan Ritel. Memang sih alasannya bukan karena tarian Sufi. Ibu saya sakit gagal ginjal. Butuh perhatian lebih,” kata sulung dari lima bersaudara itu.
Ketika keadaan ibunya mulai membaik, Rodji bekerja lagi di perusahaan percetakan dan internet selama dua tahun. Namun, bekerja di tempat itu bagi dia hanya menggali ilmu, lalu keluar lagi untuk mendirikan usaha rental komputer sendiri. Keadaan itu memberikan ruang lebih bagi dia untuk mengembangkan tari berotasi yang pada hakikatnya menirukan perilaku malaikat ketika berputar mengelilingi istana ‘Arsy.
Pria lajang tersebut pun akhirnya tumbuh menjadi salah seorang penari Sufi terbaik di Indonesia. Bentuk pengakuan terhadap kehebatan Rodji dalam melakukan tarian Sufi bukan hanya datang dari kalangan jamaah.
Ahmad Dhani, pentolan Dewa 19, pernah memakai jasa Rodji untuk ditampilkan di klip video lagu Laskar Cinta. “Ini saya barusan selesai tampil  bareng Yuni Shara dan Rossa. Acara peresmian apartemen,” ucapnya, bangga, ketika dihubungi Jawa Pos tadi malam.
Di luar itu juga sering ada undangan tampil, mulai dari acara hajatan pernikahan, khitanan, pesta perusahaan, serta peresmian gedung dan pusat perbelanjaan.
Khusus di bulan Ramadan, jadwal Rodji sangat padat. Sedikitnya, ada 100 acara yang harus dia hadiri dan menunjukkan kemampuannya menari Sufi. Rodji berani menyebut, berdasar tradisi tahun-tahun sebelumnya, pendapatannya seorang diri bisa mencapai Rp 25 juta dalam sebulan.
Di luar Ramadan, menurut dia, undangan memang tidak terlalu banyak. Masih bisa menghasilkan minimal Rp 2 juta sampai Rp 5 juta per bulan. Namun, itu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup karena juga masih ada pendapatan inti dari bisnis rental komputernya.
Ketika rezeki melimpah, Rodji tidak lupa untuk berbagi dengan majelis yang menaunginya, Zawiyah Haqqul Mubin. Tidak selalu dalam bentuk uang, melainkan sesuai dengan kebutuhan.
Seorang pengusaha pertambangan minyak asal Madura, Husen (bukan nama sebenarnya), menyebutkan bahwa keberlangsungan Yayasan Haqqani beserta semua majelis di bawahnya memang masih bergantung kepada para donatur. Belum bisa seperti Muhammadiyah atau NU yang sudah memiliki amal usaha. “Dulu pengajian di sini juga sangat seadanya. Kita khawatir saja kalau mau hujan karena pasti kebanjiran. Tapi, alhamdulillah, rezeki ada saja sampai akhirnya kita bangun seperti ini,” ucapnya.
Sama seperti Rodji, Husen juga mendapatkan jalan bisnisnya kembali setelah bergabung dengan pengajian Sufi. “Dulu saya pusing sekali. Sudah segunung utang saya. Mertua saya juga kiai. Jadi, saya ikut ke pengajiannya. Tapi, belum menyentuh,” akunya.
Dalam kondisi demikian, kemudian dia mencari banyak informasi dari internet dan akhirnya bertemu dengan pengajian Sufi ini. “Pokoknya, kalau saya ceritakan, ini akal sehat mesti dikesampingkan dulu. Tapi memang terbukti. Saya banyak rencana tentang bisnis dan tidak ada yang jadi. Yang jadi malah yang tidak terduga,” tuturnya.
Husen saat ini sedang membangun dua perusahaan baru di bidang yang tidak jauh bebeda dengan sebelumnya. Dia bertekad untuk tetap menyisihkan sebagian besar penghasilannya untuk membesarkan pengajian yang telah dia bina sejak 2007 itu. “Saya ada rencana membuat pengajian yang sama di Surabaya,” tekadnya. (*/c1/ttg)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.