Leny, Bocah Autis dan Lumpuh dari Desa Caringin, Legok
LEGOK, SNOL Leny, bocah 11 tahun asal Kampung Bungaok RT.03/03, Desa Caringin Kecamatan Legok Kabupaten Tangerang, menderita lumpuh dan autis sejak lahir. Leny yang juga yatim ini hanya mendapatkan pengobatan medis saat usianya lima tahun.
Salah seorang tetangga Leny, Muhammad Yunus mengatakan, keseharian Leny atau biasa dipanggil Eneng itu selalu ditinggal seharian oleh sang ibu, Biah. “Dari jam 8 pagi hingga jam lima sore, Eneng selalu ditinggal sendiri di rumah,” kata Yunus.
Sang ibu yang harus mencari nafkah dengan berjualan telur asin dan kacang berkeliling kampung itu tidak punya pilihan untuk meninggalkan anaknya seorang diri. Saat itulah, keseharian Eneng hanya bisa tertidur lemah di kasur yang sudah tidak layak pakai lagi.
“Bayangkan saja, kasurnya itu sudah dipakai buang air kecil dan besar oleh Eneng. Karena untuk bergerak melakukan aktivitas itu sudah tidak bisa sama sekali,” kata Yunus yang beberapa kali menjenguk Eneng.
Yunus menggambarkan, secara fisik kondisi Eneng sangat kecil. Kaki dan tangannya sudah sulit untuk digerakkan karena kelumpuhan. Cara berbicaranya pun terbata-bata. Karena autis yang dideritanya membuat syaraf Eneng terganggu.
Dari keseluruhan keluhan tersebut, ternyata Eneng baru mendapatkan pengobatan secara medis saat usianya menginjak lima tahun. “Waktu itu memang pernah dirawat di RSU Tangerang, namun hanya bebarapa hari saja,” ujarnya.
Setelah itu, karena keterbatasan biaya, Eneng yang sudah menjadi yatim sejak di dalam kandungan itu tidak pernah ditangani secara medis lagi. Hanya seorang tabib yang setia mengobati Eneng dan datang langsung ke rumahnya.
Berdasarkan penuturan Sang tabib, kata Yunus, kemungkinan Eneng untuk kembali normal pun sangatlah kecil. “Namun setidaknya badan Eneng bisa lebih berisi tapi tidak bisa jalan,” katanya.
Secara histori kelahiran, Eneng yang lahir 11 tahun lalu itu terlahir kembar. Saat itu Eneng terlahir dengan berat hanya 7 ons saja dibandingkan kakak kembarnya seberat 1 kg 2 ons. Ternyata, berat badan mungil itulah yang diduga mempengaruhi pertumbuhan Eneng selanjutnya.
“Sedangkan kembarannya, hidup seperti anak normal lainnya. Dia bersekolah dan suka membantu ibunya berjualan,” jelas Yunus. Sang ibu, Biah, hanya menginginkan kesembuhan anaknya dan kembali menjalani pengobatan medis.
Selain itu, untuk keperluan buang air besar dan kecil diperlukan persediaan pampers yang memadai. Selain itu, diperlukan juga seseorang yang bisa merawat, agar segala kebutuhan Eneng bisa menunjang selama ibunya mencari nafkah diluar rumah. (pramita/jarkasih).