Bonus 17 % Tiap Bulan Mandek Sejak Januari

SOLEAR, SNOL Mengamuknya ribuan investor Koperasi Langit Biru (KLB) pada Sabtu (2/6) dilatarbelakangi bonus yang tidak kunjung cair. Padahal, mereka dijanjikan mendapat setiap bulan sebesar 17 persen dari dana yang mereka setorkan, dan sudah enam bulan ini bonus itu terhenti.
Mantan Manager Accounting Koperasi Langit Biru (KLB), Ken Sabardiman mengatakan, bonus biasanya diberikan setiap bulan. “Tetapi saat awal bulan Januari mendadak dihentikan, karena dana yang ada kurang. Kata pak Jaya Komara selaku ketua KLB, setidaknya pada waktu itu dibutuhkan Rp 100 miliar untuk dana bonus ke seluruh investor,” terangnya.
Selain itu, 50 anggota dan pengurus KLB sudah tiga bulan tidak mendapatkan gaji. “Kondisi ini membuat aktifitas KLB mandek dan investor marah sehingga melakukan penjarahan,” kata Ken.
Menurut Ken, beban bonus yang mencapai 17 persen dalam sebulan sangat memberatkan dan diluar perhitungan ekonomi perbankan. Ia mencontohkan, bank saja hanya mampu memberikan bunga sebesar 15 hingga 17 persen dalam satu tahun. “Sedangkan KLB setiap bulan,” jelasnya.
Terkait proses investasi tersebut, Ken menjelaskan, investor awalnya menyetorkan Rp 65 ribu atau setara dengan daging 1 kg. Kemudian oleh KLB daging tersebut dijual seharga Rp 75 ribu. KLB mengambil untung Rp10 ribu dari setiap penjualan. Kemudian investor diberi keuntungan Rp 1000.
Khusus paket besar 100 kg daging, investor bisa mendapat keuntungan bonus hingga Rp 3 juta. Namun, dana bonus tersebut dibagi menjadi tiga kategori, pertama Rp 1 juta dengan rincian Rp 700 ribu untuk bonus membayar cicilan motor. Kedua untuk bonus uang tunai sebanyak Rp 1,7 juta. Sedangkan sisanya Rp 300 ribu diputar sebanyak 24 bulan yang hasilnya digunakan untuk bonus paket haji.
Selain tercatat sebagai mantan Manager Accounting, Ken juga menjabat sebagai Manager Penelitian dan Pengembangan. Meski memiliki jabatan di KLB, namun Ken mengaku tidak memiliki akses sama sekali kepada Jaya Komara, pimpinan KLB. “Saya baru masuk September 2011 dan mengundurkan diri pada 30 Mei. Saya sudah tidak nyaman kerja, apalagi sampai ada insiden rumah saya dijarah,” ucapnya.
Menurut Ken, sebelum KLB berkembang, Jaya Komara saat itu mengelola PT Transindo Jaya Komara (TJK). Namun, pada 20 Juli 2011 turun SK Kementerian Koperasi melalui Gubernur Banten yang ditandatangani Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Banten. “Setelah itu baru jadi koperasi,” ucapnya.
Dikatakan Ken, saat dirinya menjabat sudah menemui sejumlah masalah yang dinilainya janggal dalam bidang pembukuan. Ken yang diminta mencatat saldo awal KLB bingung karena tidak ada dana yang tersimpan di bank.
“Jumlah saldo KLB saja saya tidak tahu, karena uang yang masuk tidak disimpan di bank. Uang yang masuk dari investor langsung diberikan kepada pak Jaya melalui orang kepercayaannya. Kira-kira setiap hari kiriman uang bisa mencapai Rp 10 miliar,” paparnya.
Masih kata Ken, dirinya juga semakin tidak mengerti dengan pengelolaan aset dari PT TJK ke KLB yang diketahuinya tanpa notaris. “Seharusnya dipindahtangankan dulu aset dari PT TJK sehingga tidak campur aduk. Karena kalau sudah menjadi koperasi harta menjadi milik bersama,” terangnya. (fajar/deddy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.