Galian Sodong Beroperasi Lagi

TIGARAKSA,SNOL Galian tanah merah di kampung Sodong Kecamatan Tigaraksa kembali beroperasi setelah sekian lama terhenti aktivitasnya. Meskipun ada protes  dari warga maupun kalangan penggiat lingkungan hidup, namun aktivitas pengrusakan terus berjalan dan semakin tak terkendali.
Lebih parahnya lagi, usaha pertambangan tersebut hanya berjarak tidak lebih 1 kilo meter dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang di Tigaraksa. Setiap hari kendaraan truk pengangkut tanah terlihat hilir mudik siang malam. Saat istirahat, truk dijejer di jalan lingkar selatan (JLS) sekitar 500 meter dari depan Gedung DPRD.
Informasi yang diterima, sudah sekitar tiga hektar tanah yang dikeruk dengan kedalaman variasi antara 4 meter berbatasan langsung dengan tanah milik pemerintah yang ditempati gedung sanggar kegiatan belajar (SKB).
Kegiatan pengerukan meninggalkan kubangan galian yang dapat mengancam terjadinya kerusakan ekosistem dan lingkungan hidup. Belum lagi ruas jalan raya yang dilintasi truk pengangkut tanah menjadi rusak.
Camat Tigaraksa, Mas Yoyon Suryana mengaku tidak pernah mengeluarkan secarik pun izin maupun rekomendasi pada pengusaha galian itu. “Saya maupun camat-camat sebelumnya tidak pernah mengeluarkan izin terkait itu. Apalagi akibat yang harus ditanggung cukup memperihatinkan,” katanya.
Sebelumnya, Nazil Fikri anggota DPRD Kabupaten Tangerang mengungkapkan, maraknya galian C akibat ketidak berdayaan pemerintah daerah (Pemda). Itu terbukti saat mengajukan rancangan peraturan daerah (Raperda) pengelolaan tambang beberapa waktu lalu. Dalam kajian akademiknya, Pemda terkesan dilematis manghadapi para perambah tanah itu.
Alih-alih kontribusi terhadap penghasilan asli daerah (PAD)  dari tambang itu kecil, sementara kerusakan lingkungan yang harus ditanggung masyarakat cukup besar. Pemda berniat melegalkan tambang tersebut melalui perda. Alasannya, agar dapat dikelola dengan dasar payung hukum yang jelas.
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menolak disahkannya Raperda Pengolahan Pertambangan lantaran Raperda tersebut kurang sigifikan manfaatnya bagi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) serta masyarakat Kabupaten Tangerang.
“Sebelumnya Perda mengenai pertambangan pernah ada, hanya saja PAD yang bisa diraih sangat minim yakni berkisar Rp400 juta pertahunnya. Bandingkan dengan kerusakan yang disebabkannya, sangat tidak seimbang,” jelas Nazil, beberapa waktu lalu. (hendra/jarkasih)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.