RUU Pemda Segera Disahkan, Kada Dilarang Pimpin Partai

JAKARTA,SNOL Seluruh fraksi di DPR RI sepakat RUU Pemda dibawa ke Paripurna DPR untuk pengambilan keputusan tingkat II.

Namun, Fraksi PDI Perjuangan punya catatan khusus, tidak setuju dengan larangan kepala daerah rangkap jabatan sebagai pimpinan partai politik.

Hal ini tergambar dalam pendapat akhir mini Fraksi PDIP terhadap RUU Pemda sebelum pengambilan keputusan tingkat I di Komisi II, yang disampaikan oleh Alexander Litaay dalam rapat Kamis (12/9) malam.

“‎Ketentuan tersebut terlalu berlebihan dan terlalu mengada-ada. Fraksi PDI-P mengusulkan untuk dihapus,” kata Alexander dalam dokumen yang diperoleh wartawan di DPR, Jumat (12/9). Dokumen itu ditandatangani Ketua Poksi Fraksi PDIP Pansus Pemda Arief Wibowo.

Kendati tidak setuju kepala daerah juga rangkap jabatan menjadi pimpinan partai di daerah, dalam sikap akhirnya FPDIP setuju RUU Pemda dibawa ke tingkat I yang akan diparipurnakan 25 September 2014.

Berikut bunyi poin penolakan FPDIP terhadap klausul rangkap jabatan dalam dokumen pandangan mini FPDIP:

Larangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah merangkap jabatan sebagai Ketua Partai Politik.

Terhadap ketentuan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah “merangkap jabatan sebagai ketua partai politik” (pasal 76 ayat (1) huruf i, dengan penjelasan: cukup jelas, dengan sanksi “diberhentikan” (pasal 78 ayat 2) huruf e).

Ketentuan tersebut terlalu berlebihan dan cenderung mengada-ada. Fraksi PDI-P mengusulkan untuk dihapus. Karena hal tersebut kurang relevan. Mengingat argumentasi tersebut subjektif (konflik kepentingan, tidak fokus bekerja, dan lain-lain sejenisnya) tanpa dasar konstitusional yang kuat.

Termasuk, ketika ketentuan larangan tersebut merujuk pada Paragraf VIII Penjelasan UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara: “Bahkan diharapkan seorang menteri dapat melepaskan dari jabatan-jabatan lainnya termasuk jabatan politik‎. Kesemuanya itu dalam rangka meningkatkan profesionalisme, pelaksanaan urusan kementerian yang lebih fokus kepada tugas pokok dan fungsinya yang lebih bertanggung jawab.” yang bersifat himbauan belaka, dan jabatan menteri merupakan jabatan teknis pemerintahan.

Ketentuan larangan tersebut lebih tepat diserahkan/menjadi kebijakan masing-masing partai politik‎. (fat/jpnn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.