Rano Mendadak Pro Jokowi
Kemarin Nolak, Sekarang Dukung Sodetan Ciliwung-Cisadane
SERANG, SNOL Entah tidak enak karena satu partai dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) atau tidak, Wakil Gubernur Banten Rano Karno tiba-tiba berubah pikiran soal rencana sodetan Ciliwung-Cisadane. Pada Rabu (22/1) lalu, pemeran ‘Si Doel Anak Sekolahan’, itu dengan tegas menolak rencana sodetan. Namun kemarin, Rano tiba-tiba mendukung proyek tersebut.
Dukungan Pemprov Banten terhadap rencana Pemerintah Pusat itu disampaikan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten, Widodo Hadi, usai Rapat Koordinasi (Rakor) secara tertutup membahas progres Waduk Karian yang dipimpin Rano Karno di Aula Pendopo di KP3B, Curug, Kota Serang, Kamis (23/1).
Dijelaskan Widodo, Wagub Rano Karno saat memimpin Rakor yang dihadiri oleh pejabat dari Pemkab Lebak, PTPN VIII, BPN Provinsi Banten, menyadari dan memahami keberadaan Ciliwung-Cisadane yang merupakan kewenangan pemerintah pusat.
“Pak wagub tahu persis tentang kewenangan mengenai sungai yang merupakan lintas provinsi adalah kewenangan pemerintah pusat. Apalagi itu diatur dalam Keprses 12 tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah sungai,” Widodo menjelaskan.
Widodo juga tak menampik ramainya pemberitaan di berbagai media tentang penolakan rencana proyek Sodetan Ciliwung-Cisadane dari Rano Karno. “Apa yang disampaikan Pak Wagub itu sebenarnya, adanya minta perhatian dari pemerintah pusat, kalau sodetan itu dibangun, harus ada upaya yang dilakukan di Kabupaten dan Kota Tangerang,” argumentasi Widodo lagi.
Perhatian yang dimaksud itu adalah adanya upaya-upaya yang jelas dan nyata dari pemerintah pusat terhadap penataan dan perbaikan Sungai Cisadane yang saat ini kondisinya perlu ditata kembali. “Perlu persyaratan-persyaratan yang harus diperhatikan. Ada pra kondisi yang harus dipenuhi, seperti Cisadane harus dinormalisasi, kapasitasnya harus diperbesar,” katanya.
Tak hanya itu saja, persyaratan yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat atas proyek sodetan Ciliwung-Cisadane itu juga harus memperhatikan sejumlah sungai yang ada di sekitar Tangerang dan Jakarta. “Harus dilakukan juga revitalisasi sungai Pesanggarahan,” ungkapnya, menyebut sungai yang berada di Jakarta Selatan yang berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan itu.
Pemerintah pusat juga harus jelas komitmen atau peraturan yang dibuat oleh pihak-pihak terkait tentang pengaturan jadwal pembukaan pintu sodetan. “Jadi permasalahan sodetan ini harus duduk bersama dan dibicarakan masalahnya. Seperti adanya regulasi, seperti apa pintu di sodetan itu nantinya akan dibuka. Apakah saat akan dibuka harus ada persetujuan dari Gubernur Banten dan DKI maupun Jabar atau tidak. Ini yang harus dibicarakan, termasuk harus melibatkan Pemerintah Kabupaten dan Kota Tangerang,” terangnya.
Anggota DPRD Banten dari Fraksi Demokrat, Taufiqurakhman meminta kepada Wakil Gubernur Rano Karno untuk mengedepankan kepentingan masyarakat dalam menghadapi musibah banjir yang dialami oleh masyarakat, serta tetap menjaga hubungan antara kepala daerah. “Yang saat ini harus dilakukan oleh Rano Karno selaku Wakil Gubernur Banten adalah menyelesaikan dan mencarikan jalan keluar terhadap masyarakat yang saat ini terkena musibah,” katanya.
Ia berharap Rano Karno dan sejumlah kepala daerah menyikapi rencana pembangunan proyek Sodetan Ciliwung-Cisadane harus satu suara. “Kepala daerah harus kompak. Musibah tahunan ini adalah disebabkan oleh air. Harusnya bagaimana air ini dimanfaatkan untuk irigasi, dan saya beraharap banjir yang dialami di setiap wilayah harus dipikirkan masalahnya,” terangnya.
Terpisah peneliti senior Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Prof. Jan Sopaheluwakan, menilai rencana pembangunan sodetan Ciliwung-Cisadane hanya solusi jangka pendek dalam mengatasi banjir. “Itu tidak cukup. Baru mengatasi Kali Ciliwung saja, belum menyentuh 12 sungai lain,” kata Jan di sela pertemuan pers, Kamis (23/1).
Konsep sodetan sekadar mengalirkan air secepat mungkin ke laut. Padahal, penting untuk menyimpan air karena dibutuhkan pada musim kemarau. “Sodetan itu seperti saat kita pusing hanya minum obat pusing. Padahal, pusingnya karena sakit yang lain,” ujarnya.
Karenanya, pembangunan sodetan harus dibarengi penataan ruang secara cerdas dengan konsep wilayah biru-hijau. “(Jakarta) Utara wilayah biru, jadi harus jelas air parkir di mana. Sedangkan Jakarta Selatan wilayah hijau,” katanya.
Kenyataannya, saat ini pembangunan tidak terkendali. Jan mencontohkan di wilayah Jakarta Selatan. Secara tata ruang, Jakarta Selatan merupakan wilayah hijau. Namun, pemerintah belum mengatur intensitasnya seperti yang terjadi di Kemang dan TB Simatupang. Ini perlu diatur agar suatu wilayah dapat sesuai dengan kemampuan ekosistem.
Untuk solusi jangka panjangnya, LIPI menyodorkan konsep Blue-Green Jakarta Metropolis. Konsep yang baru pertama kali di dunia ini menuntut perubahan radikal dan sistematis karena mengkombinasikan kota dengan air banjir. “Jakarta akan jadi contoh,” kata Jan, seraya mengaku tengah menghitung biaya konsep tersebut. (rus/adh/deddy/bnn/jpnn)