DPR: Hanya Pertimbangan Kemanusiaan Untuk Bebaskan Wilfrida
SNOL. Senin besok (30/9) adalah sidang terakhir yang dihadapi Wilfrida Soik. Wilfirida adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal NTT yang terancam hukuman mati di Malaysia.
Anggota Komisi IX DPR RI, Poempida Hidayatulloh mengatakan, dia mendapatkan info dari KBRI di Malaysia, pengacara yang menangani adalah adalah Raftfizi dan Rao, dan sejak 2012, pengacara yang menangani adalah Gooi dan Azura. Namun strategi dan mekanisme pembelaan, Ia tidak mendapatkan infonya secara lengkap.
Dalam proses persidangan ini kata Poempida, sebenarnya sulit untuk ditentukan apakah ini memang final pengambilan vonis atau masih bisa dilakukan pembelaan dengan temuan-temuan bukti-bukti baru. Jika memang tidak ada bukti-bukti baru maka bisa saja ini merupakan vonis. Namun pihak pengacara bisa memakai dalil “self defence” (bela diri) atau “temporary insanity” (tak sadarkan diri sementara karena panik dan marah yang dalam).
“Namun saya tidak tahu persis hukum di Malaysia dapat memanfaatkan dalih tersebut untuk meringankan hukuman atau membebaskan Wilfrida,” jelas Poempida dalam keterangan resminya, Minggu (29/9).
Jelas politisi Partai Golkar ini, yang memberatkan adalah, ketika diperiksa, Wilfrida sudah mengaku bahwa dia memang membunuh majikannya dengan pisau.
Di Paspor pun, Wilfrida memang tertulis lahir tahun 1989. Ini juga memberatkan, karena Wilfrida tidak dapat dianggap di bawah umur saat bekerja. Inilah akibat lemahnya kontrol pembuatan Paspor di Indonesia.
Dan pihak Malaysia hanya mereferensi pada dokumen yang diisukan oleh Pemerintah RI. Satu-satunya harapan bagi bebasnya Wilfrida, adalah pertimbangan kemanusiaan dari Pemerintah Malaysia untuk mendapatkan Grasi.
“Namun Pemerintah RI pun dapat melakukan diplomasi “barter” dengan menawarkan grasi untuk kasus yang serupa/mirip yang menimpa warga Malaysia di Indonesia,” tandasnya. (rus/rmol)