Nasib Jembatan Selat Sunda Mengambang
JAKARTA,SNOL Nasib mega proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) masih harus menunggu perbedaan pendapat diantara dua menteri berujung. Pemerintah masih belum satu suara soal pembiayaan persiapan studi kelayakan (FS) jembatan yang akan menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera ini.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa tetap menolak pembangunan JSS menggunakan dana APBN. Sementara Menteri Keuangan Agus Martowardojo bersikukuh agar pendanaan FS didanai APBN dan bukan dari pemrakarsa Artha Graha Network dan Pemda Lampung-Banten, seperti yang tertuang dalam Perpres No. 86 Tahun 2011.
“Persoalannya dari awal kita mengatakan non APBN, karena masih banyak kita membangun infrastruktur desa, jembatan gantung untuk anak-anak sekolah yang ekonominya sulit. Pagi ini saja saya menerima surat dari Menteri Pertanian diperlukan Rp 3 triliun untuk membangun irigasi baru segala macam, perlu banyak untuk infrastruktur,” tutur Hatta di Jakarta, Senin (9/7).
Hatta mengatakan, Artha Graha Network dan Pemda Lampung-Banten selaku inisiator proyek JSS menyatakan proyek ini menggunakan skema kerjasama pemerintah-swasta. Pemerintah pusat menyetujui dan harus mengawasi. “Jadi sebetulnya tidak perlu diributkan,” kata Hatta.
Jika ingin menggunakan dana APBN, dikatakan Hatta tidak mungkin dilakukan tahun ini karena APBN 2013 sudah akan selesai pembahasannya. Selain itu, akan menimbulkan proses panjang karena jika menggunakan APBN harus meminta persetujuan DPR.
“Tidak boleh kita mengatakan kalau swasta yang kerjakan itu jelek. Jadi kita pisahkan dulu siapa dan siapa yang mengerjakan. Kita belum tahu siapa yang kerjakan, karena pada akhirnya akan ditenderkan,” tegas Hatta.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengestimasi biaya untuk merealisasikan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS)/Jembatan Selat Sunda (JSS) bisa menelan Rp 225 triliun. Kepastian berapa biaya sesungguhnya baru akan diketahui setelah hasil FS. Targetnya konstruksi awal pada 2015 dan mulai beroperasi pada 2025.
Panjang JSS diperkirakan 27,4 km yang melintasi Selat Sunda. Lebarnya direncanakan 60 m dan memiliki 2×3 jalur lalu lintas jalan raya serta 2×1 jalur darurat. Di atas JSS aka nada lintasan ganda (Double Track) kereta rel. Selain itu juga pipa gas, pipa minyak, kabel fiber optik, kabel listrik dan lain-lain.
Menteri PU Setuju Revisi
Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, sepakat merevisi Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. Namun, kata Djoko, yang disepakati Kementerian PU bukanlah revisi total melainkan penambahan klausul.
“Klausul mengenai proses pengadaan barang dan jasa,” kata Djoko, kemarin. Djoko mengatakan akan menambahkan Pasal 62 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ke dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2011.
Menteri Keuangan, ujar Djoko, mengusulkan dua macam alternatif revisi Perpres Nomor 86 Tahun 2011, yakni revisi total dan revisi sebagian. Ia mengatakan pihaknya lebih memilih revisi sebagian karena proyek Jembatan Selat Sunda tetap menjadi program kementerian.
Saat ini, menurut Djoko, proses pembahasan revisi masih terus berjalan. Sehingga dia tidak mau berspekulasi apakah nantinya studi kelayakan proyek tersebut menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau dibiayai swasta.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo berkeras merevisi aturan tentang penyiapan studi kelayakan oleh pemrakarsa proyek. Klausul ini dipandang akan berdampak buruk terhadap keuangan negara. Sebab, apabila studi dibuat swasta tapi tak digunakan, pemerintah harus membayar ganti rugi. Dia mengingatkan, pembuatan studi kelayakan merupakan wewenang pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum.
Usulan Menteri Keuangan Agus Martowardojo soal penggunaan APBN untuk studi kelayakan atau feasibility study JSS ditolak oleh Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan Gubernur Lampung Sjachroedin ZP.
Protes disampaikan melalui surat bersama, berdasarkan dokumen kedua gubernur bernomor 000/S_580/II.10/2012 dan 188/2059-Bapp/2012 yang diperoleh detikFinance. Surat itu ditujukan kepada Agus Marto, surat tanggal 5 Juli 2012 berisi perihal tanggapan atas usulan menteri keuangan tentang Perpres No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda.
Dalam surat itu mereka menyampaikan 6 hal utama mulai dari persoalan pertumbuhan jumlah kendaraan yang melintasi Selat Sunda, kritikan terhadap usulan revisi Perpres No 86 Tahun 2011, kekhawatiran usulan menteri keuangan akan berdampak pada ketidakpastian hukum dan menurunnya investasi swasta dan lain-lain.
“Kami menyatakan sangat keberatan dan berharap usulan perubahan Perpres No 86 Tahun 2011 dapat ditarik kembali,” jelas penutup surat itu seperti dikutip detikFinance, kemarin. Dalam surat itu tertera tanda tangan dan stempel kedua gubernur yaitu Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan Gubernur Lampung Sjachroedin ZP.(jpnn)