Ratusan Warga Usir Kapal
Nelayan Lontar Marah Lagi
SERANG Sikap siaga ratusan nelayan di wilayah Lontar, Kecamatan Tirtayasa bukan isapan jempol belaka. Mereka menjaga wilayah perairan di daerahnya dan mengusir setiap kapal yang memasuki perairannya. Pengusiran kembali dilakukan nelayan, Rabu (7/3) sekitar pukul 14.00 WIB.
Kapal besar bernama lambung KK HAI YIN 8 JAKARTA, nyaris dibakar warga. Beruntung aksi warga tidak anarkis, setelah jajaran Polairud Polda Banten berhasil menghalau masa.
Saksi mata yang berhasil dihubungi Banten Pos (Satelit News Group) kemarin mengungkapkan, aksi penolakan penambangan pasir kembali dilakukan warga Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Dengan menggunakan puluhan perahu, warga mengepung dan melempari kapal yang bertuliskan KK HAI YIN 8 JAKARTA itu.
“Banyak yang ngepung, sekitar 200-orang lah. yang satu lagi nambang pasir, yang satu lagi ngangkutnya,” kata Rijal, warga Lontar, menjelaskan dua kapal yang labuh jangkar di perairan itu.
Demikian juga Sutiadi, Koordinator Front Kebangkitan Petani dan Nelayan (FKPN) Kabupaten Serang, mengungkapkan hal serupa. Pengejaran yang dilakukan ratusan warga itu menggunakan perahu yang biasa digunakan untuk melaut. Namun saat warga berhasil mengejarnya, kapal tersebut sudah dalam keadaan kosong.
“Ada dua kapal, yang satu kapal kargo biasa yang satu kapal penambang. Tapi yang kargo, warga tidak mengganggunya. Tapi pas naik, awak kapalnya sudah tidak ada. Bukan cuma pengusiran, warga juga naik dan membuang sejumlah barang yang ada di atas kapal itu,” ujarnya.
Dilanjutkan Sutiadi, setelah pengerukan tahun 2003 lalu, kondisi ikan di perairan Lontar saat ini sedang bagus. Warga banyak mendapatkan banyak cumi, rajungan, dan udang untuk penghidupannya. Karena itu, kedatangan kapal yang dianggapnya akan kembali mengeruk pasir, warga pun langsung mengejarnya.
“Nelayan tidak mau diganggu karena kondisinya sedang bagus. Sejak 2003 lalu kondisi sekarang sedang bagus-bagusnya, makanya mereka takut ikan-ikanya akan menghilang lagi,” ujarnya.
Ditambahkan dia, setelah kejadian tersebut warga tetap bersiaga dan menjaga perairan Lontar agar tidak lagi ada pengerukan. Dan sampai kapan pun warga akan tetap menolak penambangan pasir itu. “Sampai kapanpun kita akan tetap menolak jika ada penambangan pasir di wilayah kami,” tegasnya.
Adanya penyerangan oleh ratusan nelayan tersebut dibenarkan Dirpolair Polda Banten AKBP Tohir. Namun hal itu terjadi hanya salah faham saja. Menurutnya, nelayan langsung marah ketika kapal tersebut lego jangkar di perairan Lontar. “Warga yang datang langsung melempari kapal itu dengan menggunakan batu yang dibawanya. Namun kapal patrol kita (Polair, red) berhasil menghalaunya,” ujarnya, seraya mengatakan pihaknya langsung menyiagakan tiga unit kapal di lokasi kejadi sejak peristiwa itu.
“Hingga saat ini (tadi malam, red) kapal korban masih kami amankan, dan anggota masih berada di lokasi kejadian. Sedangkan para nelayan sudah kembali ke rumahnya masing-masing setelah dilakukan pendekatan secara persuasive,” sambung Tohir.
Berbeda dengan keterangan Danramil Tirtayasa Kapten Yadi Sumarna, yang menyatakan warga memang mengejar dan memeriksa kapal besar yang berhenti di tengah laut itu. Tetapi ternyata kapal tersebut bukan kapal penambangan pasir, melainkan kapal barang yang kebetulan sedang melintas. “Setelah diketahui kapal tersebut tidak melakukan aktivitas penambangan. Para nelayan pun kembali ke bibir pantai,” katanya.
Kapolsek Tirtayasa AKP Suparno juga menyatakan, jika aksi warga tersebut dilakukan lantaran trauma dengan aksi pengerukan pasir yang dilakukan. Karenanya menyaksikan kapal asing masuk, puluhan nelayan yang sedang melaut langsung menyerang kapal yang kebetulan sedang melintas di antara perairan Pulau Tunda dan Panjang. “Aksi tersebut secara spontan,” kata Suparno, saat dihubungi melalui telepon, Rabu (7/3) malam.
Ia menjelaskan, aksi penyerangan yang dilakukan nelayan hanya untuk mengusir kapal tersebut. Namun, tidak mengakibatkan kerugian materi atau pun korban baik luka bahkan jiwa dari kedua belah pihak. “Aksi itu hanya pengusiran kapal saja,” kilahnya.
Kapolsek bahkan membantah, dalam aksi tersebut sempat terjadi penjarahan dan benturan fisik yang mengakibatkan kerugian materi maupun korban jiwa. “Peristiwa itu sempat dilaporkan kepada Kanit Reskrim kok,” katanya.
Sementara itu, Camat Tirtayasa Mas Elan Apandi mengaku tidak tahu menahu soal pengejaran dan pengusiran kapal yang dilakukan warga. Sebab ia masih fokus mengurusi korban puting beliung yang menimpa warga Desa Tengkurak. “Saya belum tahu apa-apa. Sampai sekarang saya masih di kecamatan (kantor, red). Soalnya banyak yang minta data terkait korban puting beliung yang kemarin,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, konflik warga dengan pengusaha pengerukan pasir laut Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang kembali memanas, Rabu (18/1) silam. Diawal tahun itu, sekitar pukul 10.00 WIB, puluhan kapal nelayan setempat mengepung satu kapal tongkang dan dua kapal penambang yang diduga milik PT Jetstar yang akan mengeruk pasir laut.
Beruntung, upaya warga tidak berhasil menangkap pekerja pengerukan pasir tersebut sehingga kemarahan warga tak sampai berdampak lebih buruk.
Diketahui, konflik penolakan pengerukan pasir laut ini sudah terjadi sejak 2004 lalu. Konflik dimulai saat Bupati Serang Bunyamin (alm) memperpanjang izin PT Jetstar melakukan penambangan pasir laut di Pesisir Desa Pontang, Kecamatan Tirtayasa. Oleh warga, perpanjangan ini ditolak sebab terbukti merusak ekosistem laut dan merugikan nelayan.
Selain itu, terjadi abrasi pantai, sebab eksploitasi pasir laut yang besar-besaran oleh perusahaan skala besar mengubah struktur bibir pantai. Namun, protes warga ini tidak diindahkan pejabat Pemkab Serang waktu itu dan mengakibatkan unjukrasa besar-besaran.
Pada 2004 lalu, kantor Pemkab Serang sempat dikepung pengunjukrasa dan Bupati Bunyamin dipaksa mencabut izin pengerukan pasir atasnama PT Jetstar. Konflik ini kembali mencuat, setelah 2011 lalu, warga mengetahui bahwa Bupati Serang Ahmad Taufik Nuriman telah memberikan izin ulang kepada PT Jetstar untuk mengeruk pasir. Gelombang penolakan pun kembali muncul. Konflik ini semakin meluas, sebab ada beberapa warga yang pro terhadap penambangan.(ZAL/TBE)