WH Divonis Mendagri dan PD

TANGERANG, SNOL Jabatan Wahidin Halim (WH) sebagai Walikota Tangerang dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Par­tai Demokrat (PD) Provinsi Banten di ujung tanduk. Ini setelah Kemente­rian Dalam Negeri (Kemendagri) siap menindaklanjuti sejumlah kepala daerah yang masih aktif menjabat, tapi masuk dalam daftar calon tetap (DCT) anggota DPR RI. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Par­tai Demokrat juga telah resmi mengganti WH dari jabatannya sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Banten.
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Re­stuardy Daud mengatakan, ketentuan wajib mundur itu sudah jelas diatur dalam UUNo 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Ang­gota DPR, DPD, dan DPRD. Pasal 51 huruf k
menyatakan bahwa bakal calon anggota legislatif: mengundur­kan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Ke­polisian Negara Republik Indo­nesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah atau badan lain yang anggaran­nya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan den­gan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.
“Sebaiknya ditanggapi KPU kenapa bisa masuk ke DCT. Se­bab, pengaturan di sana berdasar referensi UU 8 Tahun 2012 itu. Regulasi lain kan ada juga di Peraturan KPU (PKPU) No 7 Tahun 2013 dan No 13 Tahun 2013,” kata Ardy kemarin.
Terkait adanya kepala daerah aktif yang masuk dalam DCT, kata Ardy, memang di luar pan­tauan pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendagri. Sebab, sejauh ini pihaknya belum menerima pernyataan pengunduran diri guber­nur yang mencalonkan diri menjadi anggota legislatif itu. “Yang melo­loskan sampai DCT itu kan mereka (KPU). Jadi, konfirmasinya ada pada mereka,” ujarnya.
Meski begitu, pihaknya bisa saja mencopot jabatan para kepala daerah yang sudah jadi caleg itu. Caranya dengan mem­inta DPRD setempat menggelar rapat paripurna untuk melengser­kan dan mencari penggantinya. “Undang-undangnya memung­kinkan untuk itu. Sesuai ucapan Ppak Menteri (Gamawan Fauzi), kami akan meminta itu segera diproses,” tegasnya.
Di antara 6.608 orang yang diumumkan KPU masuk DCT, beberapa nama memang merupa­kan kepala daerah. Misalnya Wali Kota Tangerang Wahidin Halim (Partai Demokrat dapil Banten III), Bupati Nagekeo Nusa Teng­gara Timur Johanes Samping Aoh (Partai Amanat Nasional dapil NTT I), dan Wali Kota Ko­tamobagu Djelantik Mokodompit (DCT DPRD Kotamobagu).
Secara terpisah, Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah menyatakan bahwa aturan UU Pemilu dan Peraturan KPU sudah tegas mengatur kewajiban mun­dur bagi kepala daerah yang men­jadi caleg. Menurut Ferry, sejak pendaftaran calon, KPU sudah menyampaikan lembar atau form BB5, yang isinya surat pernyataan kepala daerah atau wakil kepala daerah yang maju sebagai caleg, mundur dari jabatannya. “Form itu tidak bisa ditarik kembali,” ujar Ferry saat dikonfirmasi.
Menurut Ferry, selain form BB5, incumbent kepala daerah wajib menyampaikan surat ket­erangan bahwa pengunduran di­rinya sedang diproses. Dalam hal ini, bisa jadi keputusan mundur itu tidak disetujui parpol, sehingga yang bersangkutan tetap menjabat. “Bisa jadi parpol tidak mengh­endaki dia mundur,” ujarnya.
Selain kepala daerah, jabatan yang mewajibkan caleg mun­dur adalah pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri aktif, direksi, komisaris, dewan pengawas, dan karyawan pada badan usaha mi­lik negara dan/atau badan usaha milik daerah.
Menanggapi ini, Ketua DPRD Kota Tangerang, Herry Rumawa­tine mengaku akan tetap menunggu surat keputusan dan Kemendagri. DPRD enggan mengambil lang­kah lebih lanjut, karena mengag­gap keputusan final tetap berada pada Gubernur dan Kemendagri.
“Kami akan tetap menunggu su­rat keputusan dari Kemendagri kar­ena wewenang terbesar ada di sana. Kalau kami sudah menjalankan tu­gas sebatas melaksanakan sidang paripurna soal pengunduran diri WH dan mengurus suratnya ke provinsi untuk kemudian dibawa ke Kemendagri,” kata Herry ke­pada Satelit News, Rabu (28/8).
Dijelaskan Herry, dalam ka­sus ini memang terdapat dua undang-undang yang saling bertentangan, antara undang-un­dang Pemilu dan Pemerintahan Daerah. “Kalau di UU Pemilu, jika seorang sudah masuk ke da­lam DCT secara otomatis sudah tidak memiliki wewenang atau memangku jabatan sebelumnya. Sedangkan, di UU Pemerintah Daerah, yang berhak member­hentikan seorang kepala daerah hanya Kemendagri,” terangnya.
Namun, Herry menambahkan, seharusnya yang bersangkutan sudah tidak lagi menjabat seba­gai Walikota pasca tercantum dalam DCT. “Kan sudah dari jauh-jauh hari Pak Wahidin men­gajukan surat pengunduran diri sebagai walikota. Dan ketika sekarang sudah masuk DCT, se­harusnya secara otomatis yang berwenang sudah tidak menjabat lagi. Tapi mungkin karena ada pertimbangan soal Plt yang tak kunjung ada, sehingga dikhawat­irkan jabatan tersebut akan ko­song dalam jangka waktu yang relatif lama. Dan hal ini tidak boleh terjadi,” tegasnya.
Resmi Diganti
Ketua DPP Harian Partai Demokrat, Syarief Hasan men­gaku telah resmi memberhenti­kan Wahidin Halim dari jabatan­nya sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Banten. Bah­kan menurut Syarief, dirinya su­dah menandatangani pergantian Wahidin pada Selasa (27/08).
“Ya sudah, kemarin saya tan­datangani. Saya ganti dah kata-katanya. Saya fikir bukan dipe­cat. Tetapi dia bukan bagian dari kami lagi (Demokrat), dia sudah kita ganti,” kata Syarief seperti dikutip detik.com, Rabu (28/8).
Namun, saat ditanya siapa penggantinya, Syarief mengaku, masih mencari pengganti Wahi­din. Ditanya apa pertimbangan DPP Partai Demokrat memecat Wahidin, Syarief mengatakan, salah satunya karena Wahidin mendukung pasangan calon pada Pilkada Kota Tangerang yang bu­kan berasal dari Partai Demokrat.
“Selain itu karena dia (Wahidin Halim) juga mengundurkan diri mendadak dari pencalegan. Kita juga akan ganti posisi calon legis­latifnya. Dia bukan lagi jadi apa-apa lagi di Demokrat,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Wilayah Banten Partai Demokrat, Ferrari Roemawi mengaku belum berani berkomentar banyak soal pergantian tersebut. “Saya belum lihat SK-nya. Makanya belum mau komentar. Nanti lah saya koordinasikan dulu dengan pak ketua harian. Karena ramainya kan bermula dari statemen beliau. Tadi sudah sempat telpon, tapi belum bisa ngobrol banyak soal ini,” ujar Ferari saat dihubungi Satelit News, Rabu (28/8).
Sepengetahuan Ferari, soal keputusan kisruh Wahidin Halim masih dibahas dan melalui tahap proses di DPP. “Setahu saya masih dalam proses dan belum ada kepu­tusan dari DPP. Tapi nanti akan saya obrolin dulu dengan pak ket­ua harian soal hal ini,” tegasnya.
Saat disinggung soal sikap kader tentang kisruh pemecatan ini, Ferrari menjamin tidak akan ada gejolak yang berarti. “Kalau dari kader sendiri sih sudah biasa ya. Kita akan ikut apa yang su­dah menjadi keputusan dari DPP. Karena kan kalau partai memang tidak ada otonomi daerahnya. Jadi setuju saja,” tandasnya. (kiki/dtc/deddy/jpnn)

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *