Seni artinya kepuasan batin manusia yang tidak bisa diukur oleh apapun, layaknya mutiara yang bertahta di dalam jiwa. Seni bagian dari kehidupan, dengan seni hidup menjadi indah dengan iman hidup menjadi terarah dan dengan ilmu hidup menjadi mudah.
Filosofi itu dipegang oleh Agus Winarno alias Agus Pholenk (Podo Eling), seniman multitalenta yang tinggal di Perumahan Mustika Blok C5 No.29 Desa Pasir Nangka Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Pria kelahiran Ngawi, 20 Februari 1971 ini dikenal sebagai seniman yang pandai memadukan unsur tari dan pencak silat.
Agus adalah anak ketiga dari pasangan Sumi dan Citro Sumarto (Alm) seorang seniman reog. Keluarga ini merupakan keturunan asli warga dari Gunung Lawu yang hijrah ke Desa Wonorejo Kecamatan Kedung Galar Kabupaten Ngawi. “Sejak kecil saya biasa ikut orang tua saya pentas, kemudian saya belajar otodidak dan bisa menari. Selain itu saya juga ikut latihan silat waktu kecil,” kata Agus kepada wartawan, Jumat (1/6).
Kepiawaian Agus mengolah tongkat dan pedang, serta kelenturan tubuh yang dilatih sejak kecil, membuat Agus memadukan seni tari dan pencak silat. Aksinya pun memukau, bak pemeran film laga dalam serial kolosal di televisi swasta. “Impian saya memang menjadi aktor film laga, saya pernah tiga bulan jadi salahsatu pemeran dalam Film Anglingdharma ditahun 2002. Ini berlangsung saat saya berkunjung ke rumah saudara di Cibubur,”ujarnya.
Namun, lantaran mendapatkan bayaran Rp15 ribu hingga Rp25 ribu perbulan dari sang produser, Agus pun menyudahi aksinya di film kolosal. Agus beranggapan, bayaran dalam film tersebut terlalu kecil. Terlebih, pada saat itu, Agus baru saja menikahi Endang Wahyuni dan dikaruniai satu orang anak bernama Arya Krisna Tama.
Meski sudah berhenti, Agus kian mengasah kemampuan ilmu silat dan kebatinannya saat dewasa, Agus sering dipercaya bermain debus. Bahkan, Agus sendiri pernah menjadi salah satu buruh di PT. Starwin Indonesia pabrik yang memproduksi sepatu. Saat berkerja sebagai buruh banyak pengalaman yang didapat Agus, antara lain penguasaan teknik di bidang komputer dan lainn. Juga ilmu agama yang dipelajari Agus sejak kecil.
Bakat Agus dalam bidang seni sempat meraih juara I kompetisi Bupati Tangerang Cup Seni Ibing Ganda tahun 1999. Juara I kompetisi Walikota Tangerang Cup Seni Ibing Ganda tahun 2000. Seni Ibing Ganda dikenal sebagai gerakan kesenian yang menggunakan senjata seperti toya. Pada tahun 2008 Agus juga sempat tampil dalam acara tampil berani dan tinju profesional di program acara Indosiar. Agus juga pernah tampil diacara numpang joget dan gong show TransTV.
Untuk mewujudkan niatnya sebagai aktor di film laga, Agus pernah melakukan aksi nekat dengan keliling Jakarta dengan membawa celurit, toya, pedang dan peralatan silat lainnya. Kini Agus kerap menampilkan kepiawaiannya dalam pagelaran ketoprak. “Dunia seni harus terus berkembang. Saat ini saya dan kawan-kawan juga sedang merintis kesenian Barongsai Van Java, yakni kolaborasi silat, barongan dan reog,”ungkapnya.
Maksimalkan Keahlian Seni
Perkembangan zaman dan teknologi juga membuat seniman harus ikut kreatif saat ini. Agus seniman multitalenta ini memanfaatkan teknologi komputer untuk membuat desain gambar sebagai produk bordir untuk sepatu. “Seorang seniman harus kreatif dalam menyikapi perkembangan zaman, agar naluri seni tetap hidup manfaatkan teknologi yang ada,” kata Agus.
Menurut Agus, pilihan hidup sebagai seniman memang tidak mudah bagi setiap orang. Terlebih ada image seniman hidup dalam keterbatasan ekonomi, namun bagi Agus, hal ini sangat tidak tepat. “Urusan rezeki allah yang mengatur, manusia yang berusaha. Seniman berjuang untuk menghibur banyak orang, seperti pentas ketoprak. Insyaallah rejeki akan mengalir sendiri. Bahkan sebagian seniman memilih untuk tidak mempersoalkan bayaran. Karena batinnya sudah puas mampu memberikan kesenagan dan kebahagiaan kepada banyak orang melalui aksinya,”bebernya.
Agus yang juga menjadi Wakil Asosiasi Pengrajin Tangerang (APTA), mengaku kader semiman harus terus dipupuk. Tidak hanya dengan pembekalan dan pembinaan kemampuan semata, tetapi juga kepribadiannya. “Tanamkan kepribadian prestasi, sehingga dia akan berpikir harus menajdi bagian dari sejarah di Indonesia. Tanamkan pikiran positif dan hindari dari hal-hal negatif, ini juga menjadi bekal bagi anak muda untuk mencari jati dirinya,”pungkasnya. (fajar aditya/eman)