CURUG,SNOL Penganiayaan yang dialami Dini Triana (16), akhirnya terbayar. Siswi kelas 12 Jurusan Elektrikal Aficial, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Penerbangan Dirgantara yang berlokasi di kawasan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, Kabupaten Tangerang itu ditampar Syafrudin (40) satpam sekolahnya. Akibat perbuatannya, pelaku pun dipecat dari pekerjaanya.
Peristiwa penamparan itu terjadi Selasa (13/11). Saat itu sekitar Dini dan dua temanya berinisial M dan H memasuki gerbang utama sekolah sekitar pukul 07.00 Wib. Sesampainya di pintu gerbang, H yang merupakan teman sekelas Dini datang dengan mengenakan seragam jaket dinas sekolah yang biasa dipakai untuk praktik kerja lapangan (PKL). H mengenakan pakaian tersebut karena pada hari itu ada pelajaran praktek di sekolahnya.
Melihat seragam yang dipakai berbeda dengan siswa lainnya, Syafrudin pun menegur H dan meminta agar jaket PKL nya dilepas. Namun, ketiga sahabat karib ini menganggap jika Safrudin salah tegur, karena jaket yang digunakan H adalah jaket resmi. Oleh karena itu, H bersi keras tidak mau melepaskan jaketnnya.
“Saya bilang, yaelaah pak, hari ini pakaiannya memang seperti ini. Ihh… malu deeeh. Tiba-tiba, Plakkk…. pipi kiri saya ditampar sama Pak Syafrudin,” ungkap Dini. Darah segar pun mengalir dari bibir Dini akibat kerasnya tamparan Satpam. Sambil menangis, Dini berlari ke sekolah dan melaporkan peristiwa yang dialaminya kepada guru, lalu pulang dan mengadukan kepada keluarganya.
Merasa anaknya diperlakukan dengan tidak wajar, pihak keluarga pun berniat membawa kasus ini kepihak yang berwajib. Namun, berkat kebijakan dan pengertian yang diberikan oleh pihak sekolah, akhirnya keluarga Dini pun bersedia menyelesaikan permasalahan tersebut lewat jalur kekeluargaan.
Kepala Sekolah SMK Penerbangan Henny Heliana langsung memanggil Syafrudin dan orang tua Dini, untuk mencari solusinya. Setelah hampir satu jam berembuk, akhirnya disepakati bahwa Syafrudin dipecat karena sudah seringkali membuat ulah di sekolah.
“Beliau sudah dua kali kami beri surat peringatan karena indisipliner, kali ini yang ketiga. Maka sesuai aturan sekolah, yang bersangkutan langsung dipecat,” tegas Henny.
Menurut Henny, sebenarnya dia juga tidak tega memecat Syafrudin, karena yang bersangkutan sudah mempunyai dua orang anak. “Prinsip saya adalah tidak memberhentikan seseorang jika tak terpaksa,” tukasnya. Akan tetapi apa yang dilakukan Syafrudin sangat fatal, sehingga pihak sekolah tak bisa mempertahankannya. “Syafrudin bekerja di dunia pendidikan, dan apa yang dilakukannya telah mencoreng dunia pendidikan,” katanya. Setidaknya ada 1.054 orang siswa di sekolah tersebut.
Mengingat pelaku sudah mendapat sanksi administrasi yang cukup keras, akhirnya pihak keluarga Dini membatalkan niat untuk lapor ke polisi. “Saya juga kasihan mas. Cukup sanksi seperti ini,” imbuh Dini.
Setelah menerima sanksi pemecatan, Syafruddin tampak lemas setelah keluar dari ruang kepala sekolah. Dia mengaku apa yang dilakukannya benar-benar di luar kendali. “Mau gimana lagi mas. Ya saya terima saja. Saat itu saya khilaf,” ucapnya sambil keluar gerbang sekolah.
Guna menghindari hal yang tidak diinginkan, pihak sekolah membuat surat perjanjian di atas materai. Surat yang ditandatangani oleh seluruh pihak itu berisi jika terjadi sesuatu hal kepada Dini, maka Syafrudin akan diproses secara hukum. (mg5/aditya/ jarkasih)