CIPUTAT,SNOL Kasus sengketa lahan SDN Jombang VII Ciputat Kota Tangerang Selatan (Tangsel) akhirnya berujung relokasi. Pihak yang mengaku sebagai ahli waris atas lahan yang berlokasi di Jalan Jembar Jaya, RT.01/05, Kampung Cilalung, Jombang, tersebut menuding Pemerintah Kota Tangsel telah ingkar janji.
Kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah tersebut Senin (24/9) kembali normal. Kendati demikian, para murid berharap segera dilakukan relokasi mengingat lokasi sekolah saat ini dinilai sudah sangat tidak kondusif. “Sekolah tidak nyaman lagi, kami ingin segera dipindah,” keluh salah seorang siswa, Saskia (12) kemarin.
Saskia mengaku selain sering terjadi keributan antara pihak ahli waris dengan sekolah, lokasi SDN Jombang VII ini kurang nyaman karena berdekatan dengan rel kereta api. “Bising kadang-kadang harus berhenti dulu gurunya karena ada kereta lewat,” tukasnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangsel, Mathodah saat meninjau lokasi mengaku Pemkot Tangsel telah memutuskan untuk merelokasi SDN Jombang VII. Lahannya telah disiapkan berada sekitar 100 meter dari lokasi yang saat ini ada. “Sudah ada lahan sekitar 2000-an meter. Anggarannya juga sudah ada, mudah-mudahan Oktober sudah bisa dilakukan pembayaran,” ucapnya.
Mathodah mengaku rencana relokasi akhirnya ditempuh karena pihak Pemkot tidak sanggup memenuhi keinginan ahli waris yang mendesak sejak bulan Juli lalu harus sudah dilakukan pembayaran. Jika tidak, maka lahan yang ada saat ini tidak dijual. “Karena kita pakai anggaran APBD Perubahan, maka kita tidak bisa memenuhi permintaan ahli waris untuk minta dibayar sejak bulan Juli. Ada mekanisme yang harus dilalui dan membutuhkan waktu tidak sebentar. Karena itu Pemkot memutuskan untuk tidak membeli lahan tersebut dan akan merelokasi SDN Jombang VII,” terangnya.
Menurut Mathodah, lahan yang akan menjadi relokasi SDN Jombang VII nantinya selain lebih luas, letaknya juga dinilai lebih strategis. “Tempat baru nantinya lebih strategis tidak bising seperti saat ini karena dekat dengan rel kereta,” tutupnya.
Sementara ahli waris Erna, yang datang untuk melihat lahan mereka memasang spanduk bertuliskan ‘Tanah Ini Dijual Dapat menghubungi Erna’. “Kami akan menjual lahan ini. Jika Pemkot mempermasalahkan bangunan sekolahnya, kami juga akan menuntut uang sewa tanah kami selama 26 tahun digunakan menjadi SD,” ungkapnya.
Erna membantah pernyataan Kepala Dinas Pendidikan yang mengatakan kalau Pemkot Tangsel tidak sanggup memenuhi keinginan pihak ahli waris agar pembayaran dilakukan pada bulan Juli 2012.
“Saya sangat kecewa dengan pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Mathodah. Pembayaran di bulan Juli itu justru bukan keinginan kami, tapi permintaan Pemkot Tangsel sendiri yang janji akan membayar di bulan itu. Bahkan perjanjian itu dituangkan dalam surat perjanjian yang ditandatangi Mathodah kalau Pemkot akan membayarnya pada bulan Juli dan paling lambat Agustus dengan menggunakan anggaran APBD tambahan,” bantah Erna.
Erna menabahkan, angka yang diminta adalah sesuai dan pihak pemkot Tangsel juga menyetujui. “Anggaran itu nilainya sama dengan anggaran yang sekarang diajukan, yaitu Rp 1 miliar. Harusnya mereka malu dengan kondisi seperti ini. Dan ini adalah surat perjanjian yang menyatakan kalau pihak Pemkot Tangsel lah yang menyanggupi untuk melakukan pembayaran di bulan itu. Dengan kejadian sekarang ini berarti Pemkot Tangsel telah ingkar janji,” tegas Erna seraya menunjukan surat tersebut kepada wartawan.
Erna mengaku sudah sangat kecewa dan tidak mau lagi berurusan dengan Pemkot Tangsel. Mengenai bangunan, Erna menegaskan kalau pihaknya memberikan waktu dua minggu agar Pemkot segera merobohkannya. “Mereka sudah menggunakan lahan kami selama puluhan tahun secara gratis. Mengenai bangunan, silahkan dipindahkan saja. Jadi tolong Pemerintah harap diperhatikan juga, jangan nantinya asal ngomong kita arogan dan lain sebagainya,” tambah Erna.
Sebelumnya, murid SDN Jombang VII terpaksa mengikuti KBM berdesakan di teras depan kelas yang berukuran 180 Cm x 400 Cm. Meski jauh dari rasa nyaman, namun proses belajar mengajar tetap berlangsung. Kondisi tersebut sudah terjadi sejak satu pekan lalu karena ahli waris melarang ruangan tersebut digunakan untuk kegiatan KBM. Bahkan, pintu di dua kelas dipager menggunakan bambu. (irm/bnn/jarkasih)