Mantan Bupati Curhat ke Hakim
Kasus Dugaan Korupsi Proyek RSUD dr Adjidarmo Rp 2,3 M
SERANG,SNOL Mantan Bupati Lebak periode 1998-2004 Moh Yas’a Mulyadi, menjadi saksi atas kasus dugaan korupsi proyek renovasi RSUD dr Adjidarmo Rangkasbitung senilai Rp2,3 miliar di Pengadilan Negeri Tipikor Serang, Rabu (16/09).
Proyek yang bersumber dari APBD tahun 2003 tersebut menyeret tiga terdakwa, masing-masing Imam Purwono dan Pudyo Prayudi selaku Direktur Operasional PT Kogas Harman Im-pramsindo, mantan Direktur RSUD dr Adjidarmo Noor Sardono (perkara diputus) serta pelaksana proyek Epi Sopian.
Pada kesaksiannya, Moh Yas’a Mulyadi mengungkapkan bahwa proyek renovasi rumah sakit tersebut merupakan usulan dari masyarakat yang ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Proyek itu kemudian dibahas ditingkat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak sebagai leading sektor.
Sayangnya, proyek itu menjadi ajang bermain anggaran oleh DPRD yang pada saat itu diketuai oleh Sudirman. Menurutnya, nilai proyek renovasi rumah sakit sering berubah-ubah tanpa dikonfirmasi kepadanya.
“Enggak melalui saya, saya terima kalau sudah jadi. Nilainya kalau enggak salah Rp2,5 miliar sebelumnya Rp 4 miliar, di DPRD digodok lagi. Naik turunnya itu terserah DPRD karena mereka yang punya kuasa tapi anggaran disetujui Rp2,5 miliar,” ungkap Mulyadi.
Pada persidangan tersebut dia sempat dicecar oleh anggota majelis hakim Ardi, yang mempertanyakan mudahnya anggaran renovasi RSUD dr Adjidarmo yang berubah-ubah. Padahal sebelumnya sudah dibahas di Bappeda.
Mantan Bupati Lebak tersebut mengaku membiarkan hal itu karena sudah masuk dalam unsur politik. Namun ia mengaku khawatir jika terlalu ikut campur pada anggaran renovasi proyek RSUD Adjidarmo, ia dilengserkan oleh DPRD.
“Dalam RAPBD 2013 Satker RSUD diusulkan Rp4,5 miliar, namun pandangan fraksi di DPRD pada saat itu ketua DPRDnya Sudirman diubah. Saya panggil Sekda, saya tanyakan kok anggarannya naik turun? Katanya ranah politik kan lain, biarkan mereka. Kita cuma terima finalnya. Akhirnya muncul draft kedua penetapan akhir Rp2,5 miliar. Saya ngeri juga, dulu ada undang-undang nomor 74, kalau enggak salah sekarang sudah dihapuskan. Isinya berbunyi bupati bisa dicopot DPRD. Kalau anggaran itu tidak saya setujui, bisa-bisa saya dicopot (jabatan bupati,red),” ungkap Mulyadi.
Saat proyek renovasi rumah sakit tersebut berjalan, Mulyadi mengetahui adanya pengerjaan yang tidak beres. Hal itu ber-dasarkan laporan dari inspektorat yang menyatakan proyek renovasi bermasalah. Meski demikian, Direktur RSUD dr Adjidarmo pada saat itu dijabat oleh Noor Sardono tidak pernah memberitahukan kepadanya.
“Ada temuan dari inspektorat. Saya perintahkan untuk ditindaklanjuti. Saya cek ke lapangan, ditemukan kekurangan. Saya sampaikan ke Pak Sardono, kenapa bisa seperti itu?” ujar Mulyadi.
Disinggung soal APBD, dia mengaku APBD yang dihasilkan Kabupaten Lebak sangat minim. Ia pun harus kerja keras meminta bantuan ke pusat agar memberikan bantuan khusus anggaran di Kabupaten Lebak yang menurutnya miskin.
“Lebak ini miskin pak. Setiap saya ke Bapenas pusat, saya bawa gula merah. Kalau di pusat saya kayak penjual gula merah, tiap kesana selalu bawa itu biar dapat bantuan. Lebak sengsara pak, saya mohon maaf kalau ada orang Lebak disini,” katanya.(mg30/mardiana/jarkasih)
Tinggalkan Balasan