Ketika Renowati Hardjosubroto Merawat Anugerah dari Tuhan
TIDAK banyak orang di Indonesia yang secara serius mau mengurus anak-anak multi disabilitas atau berkebutuhan khusus. Ketua Yayasan Sayap Ibu (YSI) Provinsi Banten Renowati Hard-josubroto adalah salah satu dari sedikit orang yang mau melakukannya.
Renowati secara serius mengurus 36 anak-anak yang berkebutuhan khusus dan multi disabilitas di rumah singgah Yayasan Sayap Ibu, Jalan Raya Graha Bintaro Pondok Kacang Barat, Kota Tangerang Selatan.
Kegiatan yang terus dilakukannya hingga saat ini adalah meningkatkan potensi para anak penyandang disabilitas untuk berkembang. Wanita yang biasa disapa Reno itu mengatakan, salah satu fokus utamanya kepada para anak asuh adalah menambah fungsi mereka dalam mengenal dan juga memindahkan barang.
Dalam mengasuh dan mendidik anak-anak multi disabilitas ini, Reno memiliki sebuah road map. Ada lima poin utama yang sudah dijalankan hingga saat ini. Salah satunya adalah merekrut sumber daya manusia yang mumpuni untuk menjadi pelatih atau pengajar bagi anak – anak multi disabilitas.
“Dalam rekruitmen pelatih atau pengajar saya cukup selektif. Ada beberapa tahap interview yang harus mereka lewati nantinya. Hal itu saya lakukan karena yang nantinya mereka akan tangani adalah anak-anak istimewa titipan Tuhan, yang harus diperlakukan secara istimewa juga,”papar wanita lulusan Ateneo De Manila University Philipines itu.
Jika ketersediaan SDM sudah memenuhi standar road map maka tahapan selanjutnya adalah memberikan pelatihan yang intensif kepada para pelatih. Tetapi, wanita yang tinggal di Bintaro Jaya Tangerang Selatan itu mengatakan bahwa bukan dirinya yang melatih para trainer.
“Kita bekerja sama dengan organisasi internasional yang bergerak di bidang yang sama, dan itu menjadi sebuah keuntungan yang besar untuk kita. Sebab, para trainer kita akan dilatih dengan standar internasional bagaimana memberikan pelatihan dan pemahaman kepada anak-anak multi disabilitas,” tutur wanita yang pernah memenangkan penghargaan dari Lions Club International itu.
Maka, dengan memiliki tim yang berkompeten, Reno merasa segala tugasnya kini semakin ringan. Tak seperti ketika dirinya masih merintis segalanya dari awal.
“Saya terjun di dunia sosial ini karena sudah terlalu capek dengan berbagai kegiatan yang menyita segala waktu dan pikiran selama 17 tahun. Saya sadar, saya butuh ruang untuk mengabdikan hidup untuk masyarakat luas di hari-hari tua saya, makanya saya meniatkan pada diri saya untuk serius mendidik anak-anak multi disabilitas ini,” papar wanita berusia 56 tahun itu.
Dari keresahan itulah, yang membuat wanita yang sudah memiliki satu orang cucu itu pada tahun 2005 rela meninggalkan pekerjaanya sebagai President Club IBM Indonesia. Selain itu dia juga mengajak beberapa orang temannya untuk bergabung di yayasan yang khusus menangani anak multi disabilitas.
“Pada tahun 2005, atau sejak awal berdiri kami hanya melatih sebanyak 15 orang anak multi disabilitas dan itu semua pindahan dari YSI cabang Jakarta. Dan pada tiga tahun pertama kita menempati rumah yang kita sewa dikawasan Bintaro,” tambahnya kepada Satelit News saat ditemui diruang kerjanya (21/3/2016).
Dari kerja kerasnya beserta tim sejak tahun 2010 lalu, YSI cabang Banten sudah memiliki rumah singgah yang laik dan nyaman untuk ditempati. Reno menuturkan bahwa tempat yang ditempati oleh anak asuhnya berkat kerjasama dari berbagai pihak, baik dari pemerintah daerah, pusat maupun swasta.
“Jika kita melakukan kegiatan untuk kemanusiaan, pasti akan ada kemudahan dan jalannya sendiri seperti sebuah keajaiban. Maka dari itu, saya selalu mengingatkan kepada anak-anak untuk selalu berdoa agar makin banyak orang yang peduli terhadap keberadaan mereka,” tutur wanita asal Kota Bandung itu.
Dalam perjalanan hidupnya mengurus anak-anak multi disabilitas, banyak tantangan yang telah dihadapinya. Salah satunya adalah masih belum terjangkaunya anak-anak berkebutuhan khusus di pelosok wilayah Provinsi Banten. Pasalnya, keterbatasan anggaran dan juga fasilitas dari Pemerintah Provinsi yang belum terasa oleh YSI cabang Banten.
“Kita bukannya gak mau keliling daerah untuk memberi pemahaman kepada keluarga dan masyarakat tenatang anak-anak multi disabilitas ini. Sebab, stigma masyarakat Indonesia terhadap anak-anak disabilitas masih saja negatif, tidak seperti di negara lain,” curhatnya.
Reno mencontohkan, salah satu negara yang sudah mau menerima para penyandang disabilitas adalah negara Australia. Dimana ada sebuah maskapai penerbangan yang mau mempekerjakan 400 orang penyandang disabilitas walaupun hanya sebagai petugas packing sendok.
“Australia sudah terbuka dan memberikan kesempatan kepada para penyandang disabilitas dan membayar mereka berdasarkan jam kerja mereka. Maka, saya berharap agar Indonesia segera mensahkan undang-undang tentang anak-anak berkebutuhan khusus agar dapat diterima bekerja di perusahaan,” ujar wanita berhijab itu.
Selain itu, tantangan lainnya adalah banyaknya orang tua para penyandang multi disabilitas yang datang untuk menitipkan anak mereka di YSI cabang Banten. Pasalnya, Reno hanya akan menerima anak yang diserahkan dinas sosial karena tidak memiliki orang tua.
“Kita kasih penjelasan kepada orang tua, bahwa mereka ( anak-anak disabilitas-red) juga tidak ingin dilahirkan seperti ini. Namun, orang tua juga harus menyadari bahwa mereka adalah anak-anak istimewa dan akan menjadi ladang pahala,” tegasnya.
Maka, wanita yang akan menjabat sebagai ketua YSI cabang Banten ini sampai 2020 itu me negaskan, bahwa anak-anak penyandang disabilitas itu adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
“Saya mengingatkan sekali lagi, mereka juga tidak ingin lahir dalam keadaan seperti ini, maka cara kita memperlakukan mereka adalah sebagaimana kita terhadap manusia yang lain, dengan saling mengasihi dan menyayangi,”urainya.
Reno berharap, masyarakat mengubah stigma negatif terhadap anak penyandang disabilitas. “Anak disabilitas itu adalah anugerah, karena banyak hikmah yang mereka bawa, dan membuat kita mencintai indahnya hidup ini,” tukasnya. (panji/gatot/satelitnews)
Tinggalkan Balasan