JAKARTA,SNOL Menteri Keuangan Agus Martowardojo didesak agar tidak mengganggu rencana PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) untuk membangun Jembatan Selat Sunda (JSS) dengan biaya swasta. Caranya, mencabut kembali usulan merevisi Peraturan Presiden. Kemenkeu sendiri mengisyaratkan kekeuh dengan rencananya.
Tuntutan kepada Menkeu itu disuarakan ratusan orang yang menamakan diri Forum Masyarakat Peduli Transportasi (FMPT, dalam aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (13/7).
“Peraturan Presiden tidak perlu direvisi lagi. Rencana revisi Perpres 86/2011 dikhawatirkan akan mengulur waktu rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda pada 2014,” ujar Koordinator aksi FMPT Mohammad Wasil.
Massa membawa sejumlah spanduk dan poster bergambar Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Mereka berkali-kali mengecam upaya Menkeu mendorong agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merevisi peraturan tentang JSS.
Menteri Keuangan memang minta pelaksanaan studi kelayakan Jembatan Selat Sunda diambil alih Kementerian Pekerjaan Umum dan dibiayai negara. Padahal, dalam Perpres JSS disebutkan studi kelayakan dikerjakan PT GBLS. Mayoritas saham PT Graha dikuasai taipan Tommy Winata. Studi kelayakan yang dibuat swasta dinilai akan membuat lelang proyek ini nantinya tidak fair bagi peserta lain, di luar pemrakarsa.
Wasil mengatakan, adanya tarik ulur Perpres, justru memperlihatkan bahwa pemerintah tidak cakap dalam membuat aturan, sehingga membuat investasi menggantung. Ini juga membuat investor ragu menanamkan modal dalam proyek JSS.
“Usulan revisi Perpres sama saja mengusir investor dan ‘membunuh’ harapan masyarakat Banten-Sumatera khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya,” tutur Wasil.
Pembangunan JSS, lanjutnya, merupakan salah satu jalan keluar yang dapat memecahkan persoalan kemacetan hingga 15 kilometer, akibat masyarakat yang mengantre untuk menyeberang dari Sumatera ke Jawa atau sebaliknya. “Bila JSS dapat terealisasi dalam waktu dekat, maka dapat melancarkan sirkulasi perekonomian di kedua pulau, bahkan perekonomian nasional,” imbuh Wasil.
Terpisah, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan bahwa pemerintah akan mengganti semua biaya pemrakarsa yang tergabung dalam konsorsium pembangunan JSS bila pemerintah membatalkan janji dengan pemrakarsa proyek tersebut. “Kalau pemerintah yang membatalkan secara sepihak nantinya, maka pemerintah akan ganti biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh inisiator,”ujar Hatta Rajasa.
Hatta Rajasa menyatakan, pemerintah akan memberikan bagian kepada pemrakarsa Jembatan Selat Sunda sebesar 10 persen. Pemerintah memberikan bagian tersebut karena pihak pemrakarsa mempunyai resiko yang besar. Melihat sumber daya lokal yang menjadi pemrakarsa, Hatta Rajasa menyebut PT GBLS mendapat keistimewaan khusus.
“Nantinya jika pihak pemrakarsa kalah dalam lelang tahap pertama pemrakarsa juga masih berhak untuk mengajukan penawaran yang lebih baik jika dibandingkan tawaran akhir dari pemenang lelang,”jelas Hatta Rajasa.
Revisi Agar Tak Bingung
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan rencana revisi Perpres No 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS) untuk memberikan kepastian mengenai aturan tersebut. Agar selaras dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
“Jadi bukan bertentangan, kita ingin semuanya rapi, tidak muncul kebingungan. Sekarang ini kebingungan karena JSS kan saat ini tidak 100 persen seperti Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) di Perpres 67. Kita justru itu dengan perpres 86 nanti kalau ada jaminan jadi punya dasar hukum yang kuat,” kata Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro, kemarin.
Bambang menegaskan adanya revisi ini terkait dengan penjaminan proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) bukan menyoroti feasibility study yang dilakukan pihak swasta atau pemrakarsa. “Kita bicara jaminan tidak ada urusan sama FS, Jaminan tuh nanti kalau proyeknya sudah ada pemenangnya, mereka dapat jaminan seperti apa dan berapa yang harus dibayar. Bedakan antara FS dan jaminan,” tegasnya.
Sementara itu Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar menyatakan akan melakukan pembicaraan dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa. “Pada gilirannya nanti kita lakukan koordinasi dengan Menko Perekonomian. Kita perlu lihat perspektif secara menyeluruh mengenai hal ini akan dibahas lebih lanjut dan bagian dari koordinasi,” tandasnya.(jpnn)