TANGERANG,SNOL Dua dari lima butir ekstasi yang dipesan Raka Widyarma (22), anak angkat Wakil Gubernur Banten yang menyeretnya menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, tidak bisa dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan, Selasa (10/7).
Dalam Berita Acara Perkara (BAP), saat penangkapan Raka oleh tim buser Polres Bandara Soekarno Hatta pada 6 Maret, terdapat lima butir ekstasi yang dipesannya melalui situs online dari Malaysia. Di sidang kemarin, JPU hanya menunjukkan tiga butir pil ekstasi kepada majelis hakim dan tiga saksi.
Jaksa Riyadi, anggota JPU usai sidang lanjutan Raka Widyarma dan kawannya Karina Aditya (21), menyatakan barang bukti tersebut ada tetapi tidak bisa dihadirkan di ruang sidang.
“Barang bukti dua butir ekstasi tidak hilang tetapi digunakan sebagai sampel tes oleh kepolisian,” kata Riyadi. “Jadi saya tegaskan bukan hilang, karena kebutuhan pemeriksaan,” imbuhnya.
Tiga saksi yang dihadirkan JPU, masing-masing Fahrul Rozy selaku karyawan Fedex (jasa titipan), Betrix dan Turmudzi selaku pegawai Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta, memberikan keterangan kronologis terungkapnya pengiriman ekstasi via Bea dan Cukai Bandara Soekarno Hatta.
Betrix dan Turmudzi menjelaskan penemuan lima butir ekstasi itu berawal dari kecurigaan terhadap isi paket saat melewati mesin X – Ray, yang berisi butiran pada 4 Maret 2012 lalu. Karena paket itu menggunakan jasa pengiriman Fedex, Betrix dan Turmudzi meminta kepada Fahrul Rozy untuk membukanya dan hasilnya ditemukan lima butir pil.
Selanjutnya, Betrix dan Turmudzi membawa lima butir pil itu ke Pos Bea dan Cukai untuk dilakukan tes narkotika dan hasilnya positif narkotika. “Setelah mengetahui bila kelima butir pil itu narkotika jenis ekstasi, lalu saya serahkan kepada petugas bea Cukai lainnya untuk diproses sesuai prosedur,” kata Betrix.
Fachrur Rozy sendiri mengaku setelah menyerahkan pil ekstasi kepada petugas Bea dan Cukai, dia langsung pulang ke rumah sekitar pukul 17.00 WIB. Sehari setelah kejadian itu, dia mengalami kecelakaan dan baru memberikan keterangan untuk dijadikan BAP sebulan kemudian. “Keterangan yang saya buat benar pak hakim. Tapi tidak langsung saat penemuan paket berisi pil ekstasi,” jelasnya dalam persidangan.
Budi Iskandar salah satu kuasa hukum Raka dan Karina, menyoroti sejumlah kejanggalan dalam keterangan saksi. Ketiga saksi tidak lengkap dalam memberikan keterangan. Banyak keterangan yang tidak bisa dijelaskan secara rinci atau lupa. “Saksi banyak lupanya sehingga sangat ragu akan keterangannya,” sebutnya.
Keterangan saksi yang lupa antara lain penerima barang bukti setelah kedua petugas bea cukai melakukan tes narkotika. Kedua petugas Bea Cukai lupa rekan kerjanya yang menerima. Padahal barang bukti sangat penting. Termasuk keterangan Fahrul Rozy yang menuturkan memberikan keterangan kepada polisi sebulan setelah peristiwa “Keterangan tiga saksi sangat tidak jelas dan sangat merugikan,” tandasnya.
Belum Direhabilitasi
Budi Iskandar, kuasa hukum Raka dan Karina meminta agar kliennya diberikan penangguhan masa tahanan dan menyerahkannya ke pusat rehabilitasi karena kesehatan Raka dan Karina memburuk.
“Sebelumnya kami mengajukan permohonan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap Raka dan Karina ke BNN dan mendapat surat yang kemudian kami sampaikan ke majelis hakim untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan,” kata Budi kepada majelis hakim.
Namun begitu, sampai sidang kedua kemarin permohonan tersebut belum dikabulkan. Ketua Majelis Hakim Dehel K Sandan menandaskan pengambilan keputusan permohonan rehabilitasi harus dilakukan secara seksama agar tidak menganggu proses persidangan yang masih berjalan. “Kita masih lakukan pembahasan terlebih dahulu untuk hal itu,” tegasnya.
Kuasa hukum Raka dan Karina yang lain, Sierra Prayuna, juga meminta hakim agar menyatukan sidang kedua kliennya. “Yang mulia saya meminta agar perkara ini disamakan, baik pemeriksaan ataupun selanjutnya, mengingat kedua kasus ini sama baik delik ataupun locus-nya,” kata Sierra sebelum hakim melakukan pemeriksaan saksi. “Karena perkara ini di split, dengan perkara yang didakwa sama maka kami mohon untuk disatukan, agar berjalan cepat,” tuturnya lagi.
Hakim Ketua Dehel K Sandan menolak permintaan tersebut. ” Kami jamin persidangan akan tetap cepat dan tidak lama,” tegasnya.
Persidangan kedua kali ini, berjalan seperti persidangan sebelumnya. Raka dan Karina di sidang secara bergantian. Bila disidang sebelumnya Raka mendapat giliran pertama menjalani sidang, pada persidangan kedua ini, Raka mendapatkan giliran kedua duduk di bangku pesakitan. Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari kepolisian digelar Selasa (17/7) mendatang.
Dalam sidang perdana pekan lalu (3/7), Raka dijerat tiga pasal berlapis. Yakni pasal 114, pasal 113 dan pasal 127 UU 35/2009 tentang Narkotika dengan ancaman 20 tahun penjara. Raka yang ditangkap di kediaman Karina, kedapatan memesan 5 butir ekstasi seberat 1,3 gram dengan cara dicicil pembayarannya sebanyak tiga kali. Pembayaran pertama sebesar Rp 600 ribu, kedua Rp 100 ribu, dan ketiga Rp 260 ribu.
“Semua pembayarannya dilakukan dengan cara ditransfer kepada Jimos (warga Malaysia , masih buron), dengan total Rp 960 ribu,” kata Syamsuardi, Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat itu.
Jimos dikenal Raka di Malaysia saat liburan keluarga.Dari sana, keduanya pun saling bertukar nomor telepon dan mulai melakukan transaksi. “Semula Jimos menawarkan 50 butir ekstasi, namun terdakwa menyanggupi hanya 5 butir. Transaksi pun dilakukan dan dikirimkan ekstasi itu. Namun ketahuan oleh petugas bea dan cukai,” bebernya.(pane)