Kurang Mediator, Disnaker Dinilai Lelet
TANGERANG, SNOL—Puluhan buruh berunjukrasa di depan Kantor Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Tangerang, Desa Parahu, Kecamatan Balaraja, Selasa (14/8). Massa buruh mendesak sejumlah aduan yang telah lama dilayangkan ke Disnaker untuk ditangani. Massa menilai kekurangan mediator di Disnaker membuat sejumlah aduan buruh serta sengketa industri lambat tertangani.
Pantauan Satelit News, puluhan buruh dari Federasi Serikat Buruh Nusantara (FSBN) Kasbi memadati depan Kantor Disnaker, kemarin. Mereka meminta sejumlah aduan serta sengketa industri yang dikawal pihaknya ditangani segera.
Sekretaris Umum FSBN-Kasbi Banten, Sobirin mengungkapkan, tidak kurang dari enam aduan dilayangkan pihaknya sejak dua bulan lalu. Penanganan aduan tersebut, sambungnya, belum jelas hingga kini.
“Berdasarkan regulasi 40 hari harus selesai. Ini jangankan 40 hari, sampai empat bulan lima bulan gak kelar. Kalau kita nggak demo kayak gini, bisa sampai setahun nggak kelar-kelar kasusnya,” terangnya kepada Satelit News.
Dia menyebut, dampak penanganan aduan yang lambat tersebut, status sejumlah buruh menggantung. Bahkan, sejumlah aduan terkait kriminalisasi buruh terancam merugikan buruh terkait.
Kekurangan mediator di Disnaker Kabupaten Tangerang diakui jadi penyebab bertumpuknya aduan serta sengketa industri. Salah satu Mediator Disnaker, Wargo Indro Santoso mengungkapkan, tidak kurang dari 50 aduan diterima pihaknya tiap pekan. Dari jumlah tersebut, sebanyak lima mediator Disnaker hanya mampu menangani paling banyak enam aduan atau sengketa tiap hari.
“Terus bertambah tiap minggu yang satu belum selesai yang lain ada lagi, tambah lagi. Kalau kita lagi nanganin demo itu bahkan bisa sampai jam 09.00 malam baru kita pulang atau Sabtu kita harus ngetik anjuran, terkadang kita nggak ada istirahat dengan keluarga,” terangnya.
Meski dibebani banyak tugas, Wargo mengaku hal tersebut tidak dijadikannya alasan. Namun, dia meminta kondisi tersebut dimaklumi sejumlah pihak terkait. Upaya menambah personel mediator, dikatakan Wargo, sejauh ini tidak membuahkan hasil.
“Dua tahun belakangan, Sekda (Sekretaris Daerah) itu sudah menawarkan ke pegawai SKPD (Dinas) lain untuk menjadi mediator tapi nggak ada yang mau, karena memang kondisi seperti ini. Itu yang sebetulnya jadi beban di kita. Kita nggak ngeluh dengan kondisi seperti ini, tapi juga perlu pengertian dari mereka. Kita ini bukan hanya menangani satu perusahaan atau satu orang,” bebernya.
Kondisi kekurangan Mediator, disebut Wargo, telah berlangsung lama. Menurutnya, jumlah ideal Mediator di institusinya sebanyak 15 orang. (irfan/aditya)