Dindik Banten Tuai Kecaman

Beri Hadiah Serbet untuk Juara Lomba Puisi Hardiknas

SERANG,SNOL—Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardik­nas) yang digelar Dinas Pendi­dikan dan Kebudayaan (Din­dikbud) Provinsi Banten pada Selasa (2/5) lalu, mendadak geger. Penyebabnya, Dindik Banten memberi hadiah dua buah serbet kepada pemenang lomba puisi. Kecaman pun berdatangan, terutama dari seniman yang ada di Banten.

Pada peringatan Hardiknas kemarin, Dindikbud Banten menggelar lomba membaca puisi yang dilaksanakan di de­pan kantor Dindikbud Banten. Nah, persoalan muncul ke­tika pemberian hadiah.  Noval, salah satu pemenang lomba tersebut mendapatkan hadiah dua buah serbet yang dibung­kus dengan kertas dan terdapat tulisan selamat menikmati.

Kepada Banten Pos (Raky­at Merdeka Group), Noval menceritakan dirinya datang ke kantor Dindikbud Banten untuk mengikuti perlombaan membaca puisi, Noval dinpuisi tingkat umum. Setelah yatakan menjadi juara kedua lomba tersebut. Namun, Noval kaget begitu melihat isi dari hadiah yang didapatkannya.­

“Hadiah itu saya buka di kam­pus, bukan di tempat perlom­baan. Saya kaget ketika mem­bukanya. Saya pikir hadiahnya pulpen, buku atau seperangkat alat tulis. Ternyata di dalamnya dua buah serbet,” kata maha­siswa semester akhir di Univer­sitas Bina Bangsa Serang ini ke­pada Banten Pos, Kamis (3/5).

Noval sempat bertanya-tanya dalam hati mengenai hadiah yang dia dapat dari lomba itu. Kemdudian Noval langsung meng-upload di media sosial atas apa yang dialaminya. Dan ternyata, itu menjadi viral di ka­langan para sastrawan Banten yang ikut mengecam bahwa hal ini adalah penistaan terhadap puisi. “Ini miris juga yah. Bung­kus hadiahnya juga bertulisan selamat memikmati (kotak makan,red). Isinya cuman dua buah serbet. Saya juga tidak mendapatkan piagam, piala ataupun selain dari dua buah serbet ini,” katanya.

Noval juga tidak habis pikir dengan hadiah serbet itu. “Ka­lau dimaknai secara filosofis, serbet ini untuk apa? Apakah untuk mengusap keringat atau apa? Kalau ini isinya sebuah buku, pulpen ataupun alat tulis ini tidak menjadi persoalan wa­laupun satu helai. Tapi ini per­soalannya serbet, ini menjadi persoalan,” ucapnya

Noval mengaku sangat ke­cewa dan sedih atas kejadian ini. “Saya juga tidak sempat melakukan klarifikasi ke pihak pelaksana karena waktu sudah sore, sudah mau magrib. Lalu saya langsung upload di med­sos bahwa saya menjadi juara dua lomba puisi dan mendapat­kan hadiah dua buah serbet,” ungkapnya.

Mahasiswa semester akhir ini juga tidak mengetahui siapa saja yang mendapatkan juara satu dan juara tiga. “Juara satu dan tiga kotaknya saya yakin sama semua. Untuk penyera­han hadiah dilakukan di pang­gung secara bersamaan dengan yang lain,” katanya.

Menurut Noval, ada sekitar 10 orang yang mengikuti lomba puisi tersebut, namun untuk jenis perlombaannya banyak. “Kalau puisi di bawah sepuluh orang yang ikut, untuk dewan juri saya tidak tahu ada atau ti­dak,” katanya.

Untuk pendaftaran, masih kata Noval, acara tersebut di­buka untuk umum. Panitianya juga tidak memakai baju dinas, tapi memakai kaos seragam putih selayaknya kepanitiaan. “Lazimnya seragam panitia, na­mun saya tidak liat name tag, cuman itu semuanya memakai seragam kepanitiaan,” ucapnya.

Disinggung ada tidak tun­tutan atau keinginannya yang ingin disampaikan kepada Dindikbud Banten, Noval men­gaku masalah ini sudah men­jadi konsumsi publik. “Bukan hanya di Banten yang berbicara ini, tapi di luar ini sudah men­jadi pembicaraan nasional. Ini sudah dikecam. Jadi ini bukan lagi hanya permasalahan saya secara pribadi, ini harus ada klarifikasi dari pihak terkait. Apa maksud semua ini? Agar semua menjadi jelas,” tukasnya.

Menyikapi persoalan ini, sen­iman Banten langsung turun dengan menggelar aksi teatri­kal di depan kantor Dindikbud Banten, Kamis (3/5). Dalam aksinya, mereka menampilkan pertunjukan puisi, cerita dan lain-lain.

Perwakilan Seniman Banten, Purwo Rubiono mengecam hadiah serbet kepada pemenang lomba puisi. Dia meminta agar penyelenggara tidak asal-asalan, serta tidak menimbulkan peng­hinaan. “Mudah-mudahan den­gan kita mengadakan aksi ini, kita bisa mengingatkan kepada pemerintah untuk benar-benar serius mengerjakan tugasnya membangun kebudayaan,” kata Purwo.

Menurut Purwo, seniman Banten juga akan melakukan pendekatan secara persua­sif. “Jadi, kita akan melakukan pendekatan yang sifatnya per­suasif. Entah itu kita akan mem­bawa pernyataan-pernyataan, kita juga akan memberikan pendapat kita bagaimana seha­rusnya menyelenggarakan per­lombaan,” ujarnya.

“Menurut teman-teman pe­nyair, peristiwa lomba pemba­caan puisi yang menghadiah­kan serbet itu sebenarnya mereka juga tidak merasa lucu, tetapi merasa terhina, jadi ini pelecehan. Tetapi alhamdulilah kalau teman-teman seniman itu paham bagaimana kondisi teman-teman penyelenggara event ini,” tambahnya.

Untuk dihargai atau tidak kesenian ini, kata Purbo lagi, mungkin ini karena ketidakta­huan penyelenggara tentang apa hakikatnya kesenian. “Aksi ini dilakukan untuk menunju­kan bahwa kita perhatian, kita memberikan kritik, kita mem­berikan saran bahwa bagaima­na seharusnya membangun kebudayaan itu, bagaimana se­harusnya memajukan kebuday­aan,” katanya.

Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah ikut mengomen­tari peristiwa hadiah serbet lomba puisi. Menurut Asep, kejadian lomba baca puisi ber­hadiah serbet itu sangat mema­lukan dan terkesan menyepele­kan. “Ini kan perlombaan baca puisi, coba dipikir? Bagaimana bisa berpatokan dengan hadiah serbet, seperti terlalu menye­pelekan saja,” ungkap Asep saat ditemui di Kampus Unsera di Kota Serang, Kamis (3/5).

Seharusnya, masih poli­tisi PDIP ini, lebih baik jika hadiahnya berupa buku. “Mikir ga sih itu panitianya? Apa Din­dikbud Banten tidak bisa mem­beli buku, makanya jadi mem­berikan serbet? Serbet Bos,” tegas Asep dengan nada tinggi.

Asep juga akan memerin­tahkan kepada Komisi 5 DPRD Banten untuk memberikan te­guran kepada Dindikbud Bant­en atas adanya kejadian lomba puisi berhadia serbet ini. “Kare­na ini sangatlah memalukan, dan akan secepatnya dipanggil. Agar tidak lagi terulang,” jelas­nya.

Terpisah, Sekretaris Dindik­bud Banten Joko Waluyo lang­sung mengklarifikasi kejadian ini. Menurut dia, pelaksanaan perlombaan tersebut sebet­ulnya tidak ada perencanaan (spontanitas). Kata dia, dari unsur Dindikbud mengadakan acara tersebut melibatkan pi­hak internal, namun ada peser­ta yang dari luar.

“Itu antusiasme dari luar, dan kami juga tidak menyediakan hadiah sebelumnya, sehingga mungkin di level panitia kami tidak terpikir. Mungkin untuk pantasan saat itu kemudian mengadakan hadiah, dan itu sama sekali tidak terpikir ben­tuk hadiah itu, kemudian men­jadi simbolik yang kemudian dimaknai berbeda,” katanya, kemarin.

Menurut Joko, tidak ada maksud lain dari pemberi­an hadiah itu. “Kalau makna hadiah ini berakibat seperti ini, sama sekali mungkin persoalan wawasan dan sebagainya, ke­mudian kejadian ini juga akan bahan koreksi kami ke depan,” ucapnya. “Intinya, kejadian ini menjadi pelajaran penting buat kami. Hal yang kelihatannya sepele tapi itu ternyata penting harus kita perhatikan kedepan,” tambahnya.

Joko juga menghargai kepada semua pihak yang ikut mengkri­tisi Dindikbud Banten. “Sehing­ga hal-hal yang penting yang se­harusnya dicermati, perhatikan itu tidak terlupakan,” ucapnya.

Untuk dasar memberikan ser­bet, kata Joko, hal tersebut han­ya spontanitas. “Tidak ada unsur kesengajaan kami memberikan hadiah dua buah serbet, karena kami tidak menyiapkan hadiah, sehingga spontanitas saja saat itu,” jelasnya.

Untuk kejadian ini agar tidak terulang kembali, pihaknya akan mempertimbangkan acara yang akan digelar, ia juga akan memberi­kan kompensasi hadiah kepada pemenang lomba baca puisi. “Insya Allah ada kompensasi hadiah, kami akan pikirkan,” tandasnya. (ahma­di/cr-01/azm/dm/bnn)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.