Alumni SMKN 4 Bentuk TPF
Terkait Pencopotan Kepsek karena Dugaan Pungli
TANGERANG, SNOL—Ikatan Alumni STM 80 (SMKN 4 Tangerang-red) membentuk tim pencari fakta (TPF) dugaan pungli di sekolah tersebut. Tim beranggotakan 7 orang itu bakal menemui DPRD Banten serta Gubernur Banten untuk membahas persoalan tersebut. Kepala serta Komite SMKN 4 Tangerang telah dimintai keterangan oleh tim tersebut pada Jumat (23/2).
Sejumlah alumni SMKN 4 Tangerang (Iluni 80-red) menyatakan keprihatinan terhadap isu dugaan pungli yang menerpa sekolah tersebut. Mereka menemui Kepala SMK 4 Kota Tangerang Kusdiharto untuk menggali keterangan. Pertemuan ini menghasilkan tim pencari fakta (TPF) yang beranggotakan para alumni.
“Kalau kita sih, berangkat dari soal prihatin saja sebagai alumni, sebagai kawan-kawan alumni di STM 80. Kemudian kita berinisiatif akan coba temui pak WH (Wahidin Halim) untuk klarifikasi, mungkin dalam minggu besok,” jelas ketua TPF Iluni 80, Agus Hidayat di SMKN 4, Jalan Veteran, Jumat (23/2).
Agus menilai, persoalan pungutan SPP juga dilakukan SMA/SMK lain di Kota Tangerang. Dijelaskan Agus, persoalan tersebut bermula dari pemberlakuan Undang-undang Nomor 23/2014 tentang pemerintahan daerah. TPF, jelas Agus, akan berupaya menjernihkan persoalan tersebut dengan menggali data serta keterangan sejumlah pihak.
“Saya pikir banyak sekolah yang melakukan hal yang sama, pasti semua sama. Di Kota Tangerang ini samalah semua SMA SMK melakukan hal yang sama, cuma mungkin kebetulan Pak Kus yang kemudian jadi ‘korban’,” ungkap Agus yang juga aktivis pendidikan tersebut.
Dugaan pungli di SMKN 4 Tangerang tidak terlepas dari pernyataan Gubernur Banten, Wahidin Halim bebrapa waktu lalu. Wahidin mengatakan akan menindak tegas kepala sekolah yang terbukti memungut biaya dari siswa. Terkait pernyataan tersebut, Agus menilai, Wahidin tengah menunjukkan komitmen kampanye politik.
“Saya berpikir bahwa Pak WH ini kan sedang menunjukan komitmen soal bahwa untuk 2018 ini jangan sampai ada pungutan terhadap orang tua siswa atau orang tua murid, karena memang janji kampanyenya kan seperti itu. Jadi mungkin dalam 100 hari ini ingin menunjukkan soal apa yang sudah beliau janjikan,” tambahnya.
Agus sendiri meyakini, uang yang dipungut almamaternya tidak disalahgunakan. Agus mengatakan, kesulitan yang dialami sekolah lantaran Undang-undang Nomor 23/2014 memaksa sejumlah sekolah memungut sumbangan pendidikan dari siswa.
“Karena memang, kalau soal kemudian bahwa dana itu dimakan, saya yakin tidak, karena sampai saat ini juga, saya tanyai beberapa pegawai yang memang honorer itu belum sama sekali terima honor, karena pak Kus sendiri juga belum berani menggunakan dana itu,” imbuhnya.
Kesulitan yang dialami SMA/SMK disebut lantaran dana Bantuan Operasional Daerah (Bosda) jauh dari kebutuhan sekolah. Agus menyebut, terjadi penurunan drastis dana Bosda setalah dilimpahkan ke Provnisi. Jika sebelum dilimpahkan setiap siswa menerima Rp 5 juta pertahun, setalah dilimpahkan turun menjadi Rp 1,3 juta periswa dalam satu tahun ajaran.
“Dilihat dari angka-angka, yang barusan disampaikan Pak Kus, sangat tidak cukup, sementara pihak pendidikan Kota (Tangerang), misalnya atau bahkan Undang-undangnya sendiri mengatakan harus seefektif mungkin, jadi untuk kemudian proses belajar dan mengajar ini bisa sesuai apa yang diinginkan sekolah atau orang tua, saya pikir juga sangat jauh diharapan,” jelasnya.
Ketua Komite Sekolah SMKN 4 Kota Tangerang, Saeful Anwar mengatakan, sumbangan pendidikan yang dipungut pihaknya merupakan kesepakatan bersama serta tak menyalahi aturan.
Surat itu, dikatakan Saeful, juga dijadikan dasar regulasi pendanaan pendidikan, sumbangan untuk menggalang dana pendidikan yang digalang komite sekolah. Dia menambahkan, pungutan sumbangan yang dilakukan pihaknya telah melalui sejumlah proses musyarawah serta perhitungan. Salah satu pembiayaan dari dana tersebut, kata Saeful, adalah membayar honor guru PNS yang berjumlah 44 orang.
“Pendanaan pendidikan sendiri itu sudah kita sampaikan ke wali murid. Beberapa pembiayaan yang rutin dikeluarkan setiap bulannya adalah untuk gaji guru honor, yang jumlahnya itu di SMKN 4 Tangerang terdapat 44 honorer. Sekitar pembiayaannya itu 120 juta perbulan, ditambah. Karena dari Bos itu cuma 1,4 juta persiswa pertahun,” tukasnya.
Sebelumnya, Gubernur Banten Wahidin Halim menyatakan Pemprov Banten sudah menganggarkan kebutuhan bantuan operasional sekolah daerah di tahun 2018. Pemprov Banten juga menaikkan tunjangan gaji profesi guru PNS dan honorer.
“Untuk honorer kami sudah naikkan 3 kali lipat. Kalau sebelumnya kan jumlah anggaran per satu jam mengajar yang diterima honorer hanya Rp25 ribu tetapi sekarang menjadi Rp75 ribu perjam,” kata WH.
Apalagi Pemprov juga memastikan soal penggelontoran keperluan dana yang tercatat dalam komponen Bosda 2018 tidak akan tertunda. Begitu juga tunjangan bagi profesi guru akan dimaksimalkan bakal menerima tepat waktu.
“Maka kalau ada pihak kepala sekolah yang masih membandel lantaran menyetujui permintaan pungutan dari komite sekolah itu dilarang. Siswa tidak boleh dipungut. Terbukti memungut pasti saya pecat,” ujarnya.
Kusdiharto dicopot dari jabatannya sebagai kepala SMK 4 Kota Tangerang setelah menjalani pemeriksaan terkait pungutan liar di Inspektorat Banten. Kendati demikian, Kusdiharto tidak dipecat karena alasan tersebut.
Dalam suret keputusan Gubernur Banten yang beredar, Kusdiharto diberhentikan dengan hormat dari jabatan kepala sekolah karena pangkat golongan IV/a yang disandangnya tidak memenuhi persyaratan jabatan. Dalam surat yang sama, yang bersangkutan kemudian, ditugaskan kembali menjadi fungsional Pengawas Sekolah di kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Kota Tangerang. (irfan/gatot)