WH Sebut Kepsek SMK 4 Membandel Pungut SPP

IAP : Tak Ada Alasan Pungli Dalam Surat Pemberhentian

BANDUNG, SNOL—Guber­nur Banten Wahidin Halim menegaskan pungutan uang sumbangan pembinaan pen­didikan kepada pelajar SMA/SMK dilarang. WH menye­but perbuatan Kepala SMK Negeri 4 Kota Tangerang me­mungut uang SPP sebagai tindakan membandel.

Wahidin menyatakan sudah berulang kali men­sosialisasikan kepada para kepala sekolah, baik melalui media massa atau secara langsung, bahwa pungutan kepada siswa dalam bentuk apapun terlarang hukumnya.

“Sudah kerap dibilangin dalam media massa dan setiap kesem­patan jangan memungut biaya apapun ke siswa tetapi dilanggar. Kegiatan operasional dan tun­jangan profesi guru kan sudah dibiayai dari Pemprov Banten,” ucap Wahidin Halim menanggapi keputusannya mencopot Kepala SMK 4 Kota Tangerang Kusdiharto karena memungut uang SPP, Ka­mis (22/2).

Langkah tegas tersebut, kata WH, harus dilakukan sebagai pe­lajaran kepada kepala sekolah yang lain. “Sebetulnya kita tidak ingin menyakiti mereka. Karena saya sayang dengan para profesi guru dan menghargai pengabdi­annya,” tegasnya dalam rilis yang diterima Satelit News kemarin.

Pemerintah, kata Wahidin, ha­rus memberikan kesempatan se­luas-luasnya kepada masyarakat terutama bagi yang tidak mampu agar juga bisa mengenyam pen­didikan. Ia menyebutkan, pada tahun 2018, pihak Pemrov Banten sudah menganggarkan kebutu­han bantuan operasional sekolah daerah supaya tidak terlambat. Pemprov Banten juga menaikkan tunjangan gaji profesi guru PNS dan honorer.

“Untuk honorer kami sudah naikkan 3 kali lipat. Kalau sebel­umnya kan jumlah anggaran per satu jam mengajar yang diterima honorer hanya Rp25 ribu tetapi sekarang menjadi Rp75 ribu per­jam,” kata WH.

Apalagi Pemprov juga memas­tikan soal penggelontoran keper­luan dana yang tercatat dalam komponen Bosda 2018 tidak akan tertunda. Begitu juga tunjangan bagi profesi guru akan dimaksimal­kan bakal menerima tepat waktu.

“Maka kalau ada pihak kepala sekolah yang masih membandel lantaran menyetujui permintaan pungutan dari komite sekolah itu dilarang. Siswa tidak boleh dipun­gut. Terbukti memungut pasti saya pecat,” ujarnya.

Lebih jauh ia menerangkan, tun­jangan untuk kepala sekolah juga sudah ditingkatkan. Bukan hanya profesi guru honorer dan PNS saja dinaikan. Dahulu menerima seki­tar Rp4 juta tetapi pada APBD sek­arang Kepsek sudah mengantongi tunjangan senilai Rp6 juta.

“Memang sempat tertunda penerimaan tunjangannya, tapi saat itu kepala sekolah setingkat SMA/SMK Negeri tersebut sedang memproses administrasi peralihan Bank. Jadi, kalau alasannya memin­tai anggaran ke siswa untuk menu­tup anggaran Bosda atau tunjangan lainnya pada 2017, saat saya belum memimpin dan akhirnya dananya sempat macet, kan saya tidak mem­persoalkannya,” mantan Walikota Tangerang ini menegaskan.

Sebelumnya diberitakan bahwa Gubernur Banten sudah memecat Kusdiharto, Kepala SMKN 4 Kota Tangerang lantaran kedapan me­mungut sumbangan pembinaan pendidikan sebesar Rp250.000 untuk siswa kelas X. Temuan pungutan tersebut diketahui WH setelah mendapat informasi dari warga pada Minggu (18/2) lalu. Kemudian mantan Wakil Ketua Komisi II DPR-RI tersebut memer­intahkan Inspektorat untuk me­nindaklanjuti laporan tersebut. Kusdiharto, setelah diperiksa ternyata benar telah melakukan adanya pungutan tersebut.

Sementara itu, SMK Negeri 4 Kota Tangerang memberikan reak­si terhadap pemecatan Kusdiharto sebagai kepala sekolah karena melakukan pungutan liar. Ikatan Alumni Pelajar Kota Tangerang dalam surat yang dilayangkan ke­pada Satelit News menyebutkan Kusdiharto tidak dipecat. Kepsek SMK 4 Kota Tangerang itu juga ti­dak diberhentikan karena alasan melakukan pungutan liar.

Dalam surat IAP disebutkan jika Kusdiharto sudah mengajukan pengunduran diri sejak 19 Desem­ber 2017. Rencana pengunduran diri disampaikan di upacara ben­dera, Senin 8 Januari 2018 lalu.

IAP juga mencantumkan surat keputusan Gubernur Banten ten­tang pemberhentian Kusdiharto sebagai kepala sekolah. Disebut­kan bahwa Kusdiharto diberhen­tikan dengan hormat dari jabatan kepala sekolah. Salah satu ala­sannya adalah karena pangkat golongan IV/a yang disandang Kusdiharto tidak memenuhi per­syaratan jabatan.

“Dalam surat yang sama, yang bersangkutan kemudian, ditu­gaskan kembali menjadi fung­sional Pengawas Sekolah di kantor Dinas Pendidikan dan Ke­budayaan Provinsi Banten Kota Tangerang,”ujar Hairil Anuar, Koor­dinator Wilayah Selatan Ikatan Alumni Pelajar Kota Tangerang.

Dikonfirmasi terkait surat terse­but, Kepala Dindikbud Banten Engkos Kosasih Samanhudi eng­gan memberikan tanggapan. Ditemui pada kegiatan Forum Rencana Kerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten tahun 2019 di aula Badan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia (BPSDM) Provinsi Banten, Kamis (22/2), Engkos tak menjawab pertanyaan wartawan terkait pemberhentian dengan hormat Kusdiharto.

Sementara itu, Inspektorat Provinsi Banten membenarkan adanya pungutan di SMKN 4 Kota Tangerang. Kejadian itu membuat Kusdiharto diberhentikan dari ja­batan kepala sekolah dan digeser menjadi fungsional pengawas seko­lah di Kantor Cabang Dinas Pendi­dikan dan Kebudayaan Banten.

Pemberhentian Kusdiharto dari jabatan kepala sekolah ses­uai dengan Keputusan Guber­nur No.824.4/KEP.54-BKD/2018 tentang pemberhentian sebagai kepala sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebuday­aan Provinsi Banten karena tidak memenuhi persyaratan jabatan.

“Betul dicopot dari jabatan kepala sekolah sejak tanggal 20 Februari 2018. Sebelumnya kita melakukan pemeriksaan terhadap Pak Kusdiharto, kepala sekolah SMKN 4 Kota Tangerang,” jelas Kepala Inspektorat Banten, Kus­mayadi di Serang, Kamis (22/2).

Ia mengungkapkan, hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat terbukti Kusdiharto sebagai kepala sekolah telah melakukan pungutan yang tidak diperbolehkan lagi oleh kebijakan Gubernur atas pendidikan gratis SMA/SMK

“Pak Aef Kabid SMK juga di­datangkan jadi saksi. Kita tanya sudah sosialisasi belum, katanya sudah. Yang bersangkutan (Kusdi­harto) juga mengaku mengetahui adanya larangan pungutan tapi tetap memaksa karena ada kebutu­han bilangnya,” tutur Kusmayadi.

Informasi dilapangan masih terdapat sekolah yang melaku­kan pungutan serupa. Kusmayadi mengatakan, seharusnya bila ada kebutuhan terkait operasional pendidikan bisa berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan.

“Paling tidak berkoordinasi ke Dinas Pendidikan, jangan ambil sikap sendiri dan melawan kebi­jakan yang ada,” tegas dia.

Ia juga memaparkan, bahwa ke­tika penyusunan 2018 diberikan ruang untuk pengajuan anggaran apa saja kebutuhan masing-mas­ing sekolah. Dirinya tidak menge­tahui, apakah waktu penyusunan ada yang salah atau ada yang tidak dianggarkan.

“Kita punya alat bukti yakni su­rat edaran dan uang yang terkum­pul. Pungutan per siswa 250 un­tuk kelas tingkat X dan dana yang terkumpul sampai ini mencapai 48.050.000,” ungkap dia.

Padahal lanjut Kusmayadi, sejak digulirkan pendidikan gratis yang sudah dianggarkan APBD 2018 pemerintah daerah Provinsi Ban ten, maka sumbangan, iuran dan sumbangan apapun bentuknya ti­dak diperbolehkan.

“Dana yang terkumpul dipergu­nakan untuk pembiayaan honor 22 guru non PNS, 22 tenaga pendi­dik non PNS, staf-staf, kebersihan, UNBK dan operasional lainnya. Padahal UNBK juga sudah dibi­ayai,” jelasnya.

Ditambahkan Kusmayadi, pi­haknya berharap pihak seko­lah tidak memungut iuran atau sumbangan yang memberatkan orangtua wali murid.

“Kalau ada operasional yang dibutuhkan sebaiknya berkoor­dinasi agar tidak bertentangan dengan kebijakan gubernur soal pendidikan gratis,” tukasnya.

Pemprov Banten memastikan bahwa anggaran untuk pendidi­kan lebih besar dari perbaikan infrastruktur dan kesehatan. Itu dilakukan Pemprov mengingat sektor pendidikan sangat kom­pleks jika dibanding dengan sek­tor yang lainnya.

Berdasarkan data dari Setda Pemprov Banten, anggaran pendi­dikan dari APBD TA 2018 ini sebe­sar Rp 1,8 triliun, dana perbaikan infrastruktur jalan sebesar Rp 1,4 triliun dan kesehatan sebesar Rp 1,3 triliun.

Sekretaris Daerah (Sekda) Bant­en Ranta Soeharta mengatakan, anggaran untuk sektor pendidi­kan sebesar Rp 1,8 triliun itu dian­taranya untuk Biaya Operasional Sekolah Daerah (Bosda), perbai­kan gedung SMA / SMK, honor guru SMA / SMK dan lain-lain. Tingginya anggaran pendidikan ini bukti bahwa Pemprov tengah serius membangun pendidikan di Banten.

“Sesuai aturan juga APBD un­tuk sektor pendidikan minimal 20 persen dari APBD,” kata Ranta, usai memberikan kata sambutan dalam Forum Rencana Kerja Di­nas Pendidikan dan Kebudayaan (Renja Dindikbud) Banten ta­hun 2019 yang bertempat di aula Badan Pemberdayaan Sumber­daya Manusia (BPSDM) Provinsi Banten, Kamis (22/2).

Untuk tahun 2018 ini, ada sekitar 6.100 guru SMA / SMK yang ber­satus Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi tanggungan Pem­prov. Guru itu tersebar di delapan kabupaten / kota di Banten.

“Kurang lebih 6.100 guru, minus honor. Ini bukan hal yang mudah dalam menganggarkan. Dan ta­hun 2018 ini kita menganggarkan 1,8 triliun untuk pendidikan. lebih besar dari anggaran infrastruktur yang hanya 1,4 triliun,” ungkap Ranta. (ahmadi/gatot)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.