Baru Setahun Menjabat, Kepsek SMK 4 Dipecat WH
Dianggap Melakukan Pungutan Liar
SERANG, SNOL—Suasana SMK 4 Kota Tangerang terasa sedikit tegang, Rabu (21/2). Para guru dan siswa seakan kaget mendengar kabar kepala sekolahnya, Kusdiharto, akan dipecat Gubernur Banten Wahidin Halim karena dianggap melakukan pungutan liar.
Kusdiharto baru satu tahun menjabat sebagai Kepsek SMK 4 Kota Tangerang. Sehari-hari, pria tersebut dikenal ramah. Dia suka menyapa para siswa maupun rekan guru yang lain.
“Bapak Kusdiharto orangnya baik. Beliau juga selalu menegur kalau ketemu sama anak didiknya. Sekolah kami banyak perubahan sejak beliau menjadi kepala sekolah di sini,”ujar salah seorang siswa SMK 4 Kota Tangerang saat ditemui di sekolah kemarin.
Rencana pemecatan terhadap Kusdiharto mencuat setelah inspektorat Banten melakukan pemanggilan dan melaksanakan pemeriksaan terhadapnya, Senin (19/2). Dia dianggap melakukan pungutan liar karena memungut sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) sebesar Rp250.000 untuk siswa kelas X.
Pungutan SPP disampaikan melalui surat edaran Komite Sekolah SMKN 4 Kota Tangerang bertanggal 5 Februari 2018 dan ditujukan kepada orangtua/wali murid tingkat X SMKN 4 Kota Tangerang. Surat itu ditandatangani oleh Kepala SMKN 4 Tangerang, Kusdiharto dan Ketua Komitenya, Saeful Anwar.
Dalam surat itu, disebutkan permohonan SPP sebesar Rp 250 ribu per bulan dari orangtua murid tingkat X. Permohonan berdasarkan hasil rapat komite sekolah dengan orangtua pada, Sabtu 12 Agustus 2017 lalu. Sumbangan itu digunakan untuk pembinaan pendidikan agar kegiatan belajar mengajar berjalan lancar.
Gubernur Banten Wahidin Halim menyatakan apapun alasannya, tidak dibenarkan ada pungutan dari pihak sekolah kepada wali murid. “Saya pecat kepala sekolah yang melakukan pungutan liar. Apapun alasannya tidak dibenarkan adanya pungutan kepada orangtua murid,” kata Wahidin, Rabu (21/2).
WH menegaskan, seluruh kepala sekolah dilarang melakukan pungutan yang memberatkan orangtua wali murid. Apabila masih ada pungutan pihaknya tidak segan untuk segera memproses dan memecat yang bersangkutan.
“Saya bersikap tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan kepala sekolah. Pokoknya tidak ada ampun,” tegas dia.
WH juga menuturkan, dari hasil pemeriksaan yang dilakukan inspektorat, siapapun yang terlibat juga akan diberikan sanksi. Misalnya uang pungutan itu disetor atau dibagi-bagi, maka akan ditindaklanjuti.
“Termasuk Dinas Pendidikan kalau mendapat bagian (setoran) juga akan kita tindak,” tukasnya.
Hingga kemarin, Kusdiharto masih beraktifitas di sekolah yang berada di jalan Veteran Kota Tangerang tersebut. “Masih kok tadi kami masih lihat bapak pakai baju dinas,” ungkap sekelompok murid di halaman sekolah.
Para pelajar tersebut membenarkan pungutan uang SPP per bulan. Mereka mengaku hal tersebut memang ada sejak masuk ke sekolah itu.
“Kalau bayaran dari kami masuk ke sekolah ini memang sudah bayar 250.000 perbulannya. Dan ada juga tambahan sumbangan 10.000 setiap bulannya untuk pembangunan masjid yang sudah menjadi kesepakatan bersama,” ungkap salah seorang dari pelajar tersebut yang enggan menyebutkan namanya.
Praktik pungutan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) lazim dilakukan di SMA dan SMK Negeri. Walaupun pemerintah provinsi Banten menyatakan akan menggratiskan biaya pendidikan, namun anggaran yang digelontorkan kepada sekolah dianggap tidak mencukupi kebutuhan operasional. Pihak sekolah beralasan, uang SPP yang dipungut dari para siswa akan digunakan untuk membayar gaji pegawai atau guru honorer. Hingga saat ini, gaji honorer di SMA/SMK di Banten belum dibayarkan oleh Pemprov Banten.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Banten Ranta Soeharta merasa miris dengan adanya dugaan pungli yang dilakukan oleh Kepala SMKN 4 Kota Tangerang. Pungutan berdasarkan hasil musyawarah tetap tidak dibenarkan karena Pemprov telah mengucurkan dana untuk Biaya Operasional Sekolah Daerah (Bosda) untuk SMA / SMK di wilayah Banten sesuai dengan intruksi Gubernur.
“Jadi kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Pemprov terkait biaya sekolah gratis untuk SMA / SMK harus diapresiasi oleh pihak sekolah, bukan malah sebaliknya” katanya, kemarin.
Menurut Ranta, Pemprov Banten telah melakukan pembinaan terhadap para Kepala Sekolah dengan dikumpulkannya mereka beberapa waktu yang lalu di aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten agar mereka tak lagi melakukan pemungutan dalam bentuk apapun kepada para orang tua. Namun sepertinya imbauan itu tidak dilaksanakan.
“Terlepas dari apapun, yang namanya pungutan liar tidak dibenarkan, apalagi Pemprov sudah menggembar-gemborkan biaya SMA / SMK gratis,” tuturnya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta Dindikbud Banten untuk terus melakukan pembinaan sekaligus pengawasan kepada setiap SMA / SMK di Banten agar kejadian serupa tidak terulang pada masa yang akan datang.
“Kita harus bersih di awali dari birokrasinya dulu, bagaimana mungkin sapu yang kotor akan membersihkan lantai,” paparnya.
Pemerintah Provinsi Banten mengalokasikan Rp 400 miliar untuk biaya operasional daerah (Bosda) untuk murid SMA sederajat pada APBD 2018. Tujuannya agar penyelenggara sekolah tidak melakukan pemungutan kepada murid untuk operasional sekolah.
Kepala Dindikbud Banten Engkos Kosasih Samnhudi mengaku siap melaksanakan pengawasan secara ketat terhadap kegiatan manajemen SMA / SMK di Banten. Pengawasan itu merupakan bagian dari kewajiban dan tanggung jawab Dindikbud sesuai amanah Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).
“Kasus seperti ini tidak boleh terulang pada masa yang akan datang,” paparnya.
Wakil Ketua III DPRD Banten Nuraeni meminta Pemprov melalui Dindikbud Banten agar selektif dalam merekrut atau menempatkan para Kepala Sekolah. Penempatan orang nomor satu di sekolah tersebut juga harus diutamakan kepribadian yang baik dan integritas yang tinggi.
“Makanya saat perekrutan harus dilihat rekam jejaknya dan tentu mereka juga harus menandatangani fakta integritas untuk tidak melakukan korupsi atau kecurangan yang lainnya.” imbuhnya. (iqbal/gatot)