10 Persen Soal USBN Esai, Termasuk SD

JAKARTA, SNOL—Menteri Pendi­dikan dan Kebudayaan (Men­dikbud) Muhadjir Effendy menuturkan, soal Ujian Nasi­onal Berstandar Nasional (USBN) nantinya 10 persen berbentuk esai.

Muhadjir menuturkan porsi soal esai 10 persen itu ditujukan agar siswa bisa beradaptasi dengan model soal baru yang sela­ma ini semuanya pilihan ganda. Soal esai juga ditujukan untuk menaikan secara bertahap stan­dar evaluasi dan standar kompe­tensi siswa. Sehingga para siswa bisa memiliki kemampuan 4 C. yakni critical thinking, collabo­ration, communication skill, dan creativity and innovation.

“Itu tidak mungkin siswa itu hanya dipatok kemampuanya bisa menyelesaikan soalsoal multiple choice,” ujar Muhadjir di Kantor Kemendikbud.

Bisa jadi pemerintah akan menaikan porsi 10 persen soal esai itu menjadi 20 persen pada tahun berikutnya sesuai hasil evaluasi. USBN untuk jenjang SD akan diberlakukan bagi tiga mata pelajaran yakni Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Matematika.

Tidak seperti yang muncul se­belumnya dengan delapan mata pelajaran. Mata pelajaran terse­but sebelumnya merupakan mata pelajaran yang diujikan dalam US/M.

Komposisi soal itu akan dibuat oleh pemerintah pusat sekitar 25 persen. Sedangkan 7580 persen dibuat oleh guru mata pelajaran dan dikonsolidasikan dengan Kelompok Kerja Guru (KKG).

Sekolah diberi kewenangan untuk menentukan bobot tiap soal tersebut. Termasuk soal esai. Sedangkan mata pelajaran Pen­didikan Agama, PPKN, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampilan, Panjaskes dan Olah raga seluruhnya disiapkan sekolah.

Di jenjang SMP, SMA, dan SMK sederajat seluruh mata pelajaran akan diujikan dalam USBN. Mod­el soalnya 90 persen pilihan ganda dan 10 persen esai. Soal tersebut disiapkan oleh guru dan dikon­solidasikan dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).

Sedangkan untuk SDLB, SMPLB, dan SMALB seluruh soal dibuat oleh sekolah ber­dasarkan kisikisi dari kemen­dikbud. Muhadjir menuturkan salah satu titik berat dalam USBN adalah membuat guru bisa menyiapkan soal.

Bukan sekadar mencari soal dari lembar kerja siswa atau lembaga bimbingan belajar. Ke­mendikbud sudah melatih para guru untuk membuat soal yang sesuai dengan standar.

“Tidak boleh guru tidak bisa membikin alat evaluasi atau alat evaluasinya menjahitkan ke pi­hak lain. Itu berarti selama ini digunakan oleh guru yang hasil jahitan orang lain itu berarti ti­dak cocok dengan seharusnya,” tegas mantan Rektor Unmuh Malang itu.

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad menambahkan pembobotan soal diserahkan kepada sekolah. Pemerintah dalam USBN hanya menstrandarkan tiga hal yakni kisikisi, soal jangkar (anchor) yang sudah mewakili kelompok-kelompok kompetensi yang harus dimiliki siswa, dan cara membuat soal yang baik melalui pelatihan guru. “Kalau bobot se­gala macam udahlah kita serah­kan kepada sekolah,” ujar dia.

Dia menuturkan teksnis jum­lah soal untuk masingmasing jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK sederajat akan dicantum­kan dalam prosedur operasional standar (POS). Ditargetkan POS itu dalam pekan ini bisa ram­pung. “(soal anchor) itu sudah ada banknya,” jelas dia.

Mayoritas Guru tak Bisa Bikin Soal Berkualitas

Menteri Pendidikan dan Ke­budayaan (Mendikbud) Muh­adjir Effendy mengatakan, mayoritas guru tidak bisa membuat soal berkualitas. Selama ini guru dimanjakan dengan berbagai macam fasilitas sehingga tidak terbiasa membikin soal.

Soal dibuat oleh provinsi atau institusi tertentu seperti lembaga bimbel atau dari lembaran kerja siswa (LKS) dan itu bukan guru yang bikin. “Jadi ini sangat tidak sesuai dengan tugas pokok guru yang bertanggung jawab men­gevaluasi siswa,” kata Menteri Muhadjir kepada wartawan di Kantor Kemendikbud, Jakarta.

Dengan pelaksanaan ujian sekolah berstandar nasional (USBN), lanjutnyan diharapkan guru mengambil peranan kem­bali yang selama ini hilang. Ta­hun lalu sudah diadakan pelati­han membuat soal dan evaluasi.

“Bayangkan, selama ini guru itu tidak bisa membuat soal. Jadi nanti tidak boleh lagi guru mengambil soal dari LKS atau bimbel. Guru harus membuat soal. Soalnya kemudian juga dibimbing agar lebih berkuali­tas. Jadi konteksnya untuk guru terkait USBN seperti itu,” pa­parnya. (jun)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.