Angka Kemiskinan di Banten Naik
Total Penduduk Miskin 699.830 Orang
SERANG, SNOL—Jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten semakin bertambah. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten menyebutkan persentase warga miskin pada September 2017 mencapai 5,59 persen dari total penduduk atau naik 0,14 poin dari semester sebelumnya sebesar 5,45 persen.
Angka tersebut merupakan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Kenaikan angka kemiskinan sebesar 0,14 poin sejalan dengan penambahan jumlah penduduk miskin sebanyak 24.790 orang. Dari 675.040 orang pada Maret 2017 menjadi 699.830 orang pada September 2017.
Peningkatan sendiri terjadi merata baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Persentase penduduk miskin di perdesaan naik dari 7,61 persen pada Maret 2017 menjadi 7,81 persen. Penduduk miskin di daerah perdesaan pun bertambah sebanyak 160 orang dari 284.000 orang pada Maret 2017 menjadi 284.160 orang.
Sementara persentase penduduk miskin di perkotaan naik dari 4,52 persen menjadi 4,69 persen. Di jumlah penduduk miskin perkotaan bertambah 24.640 orang, dari 391.030 orang pada Maret 2017 menjadi 415.670 orang pada September 2017.
“Jadi jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan maupun perdesaan mengalami peningkatan,” ujar Agus Subeno, Kepala BPS Provinsi Banten, Selasa (2/1).
Ia menuturkan, ada beberapa penyebab terjadinya peningkatan persentase warga miskin. Peranan komoditi makanan memberi sumbangan signifikan menjadikan naiknya angka kemiskinan di Banten.
“Makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibanding komoditi non makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan,” katanya.
Hal itu dapat dilihat dari hasil survei, pada September 2017 sumbangan faktor makanan terhadap garis kemiskinan tercatat sebesar 70,92 persen. Sedangkan pada Maret 2017 ada pada angka 70,47 persen atau naik tipis.
“Ada 5 komoditi yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan. Untuk di perkotaan adalah beras, rokok kretek/filter, telur ayam ras, daging sapi dan daging ayam ras. Sedangkan 5 komoditi makanan penyumbang terbesar garis kemiskinan di perdesaan adalah beras, rokok kretek/filter, telur ayam ras, roti dan mie Instan,” ungkapnya.
Sementara komoditi non makanan penyumbang terbesar garis kemiskinan di perkotaan dan perdesaan memiliki kesamaan. “Komoditi itu terdiri atas biaya perumahan, bensin, listrik, pendidikan dan perlengkapan mandi,” tuturnya.
Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy sebelumnya menuntut organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemprov Banten untuk melakukan transformasi menghadapi isu strategis di Banten. Adapun isu itu terdiri atas kesenjangan wilayah, daya saing daerah, kemiskinan dan pengangguran serta tata kelola pemerintahan.
Mantan anggota DPR RI itu menuturkan, untuk program penanggulangan kemiskinan, terdapat sejumlah transformasi yang harus dilakukan. Salah satunya adalah transformasi struktural yang mencerminkan pemerataan akses dan distribusi modal.
“Masyarakat miskin memiliki hak yang sama untuk menggunakan aset dan sumber daya. Sehingga warga miskin juga punya kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan ekonomi,” pungkasnya.
Peningkatan angka kemiskinan di Banten berlawanan dengan kondisi Indonesia secara keseluruhan. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka kemiskinan pada September 2017 mengalami penurunan sebesar 0,52% menjadi 10,12% dari kondisi per Maret 2017 yang berada di level 10,64%. Profil kemiskinan di Indonesia ini merupakan penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, jumlah penduduk miskin di Indonesia per September 2017 menjadi 26,58 juta atau berkurang 1,19 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret yang sebesar 27,77 juta orang.
“Pada September 2017, persentase penduduk miskin di Indonesia adalah 10,12%. Dari Maret 2017 ke September 2017 persentase penduduk miskin turun 0,52%,” kata Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Selasa (2/1).
Suhariyanto menuturkan, tren kemiskinan di Indonesia sejak Maret 2011 sebesar 12,49% turun terus sampai pada September 2017 menjadi 10,12%. “Trennya sejak Maret 2011 turun kemudian pada September 2017 ini pencapaiannya merupakan yang paling bagus dimana penurunannya lebih cepat dibanding 7 tahun terakhir sejak 2011,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, dari total penduduk miskin yang berjumlah 26,58 juta orang ini komposisinya masih lebih banyak di desa dengan persentase 13,47% dibandingkan di perkotaan yang sebesar 7,26%.
Sedangkan faktor-faktor yang terkait dengan tingkat kemiskinan di Indonesia adalah inflasi pada periode Maret-September sebesar 1,45%. Dia menjelaskan, inflasi digerakkan oleh komoditas pokok yang menjadi kebutuhan dasar seperti beras.
“Kemudian upah buruh tani baik riil atau nominal mengalami kenaikan ini berpengaruh terhadap kemiskinan. Mayoritas penduduk miskin bekerja di pertanian, jadi kenaikan upah akan berdampak ke penduduk miskin,” tambah dia.
Selain itu, beberapa komoditi yang memiliki pengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia antara lain beras, daging ayam ras, daging sapi, gula pasir, cabai rawit, dan cabai merah. Namun, dia menegaskan, hasil survei sosial ekonomi nasional (susenas) September 2017, program beras sejahtera (rastra) telah berhasil didistribusikan kepada 30% rumah tangga sasaran selama Mei-Agustus 2017.
“Ini faktor yang berpengaruh terhadap penurunan kemiskinan dari Maret 2017 ke September 2017,” tukas dia. (ahmadi/dtc/gatot)