Turki Minta Sekolah Kharisma Bangsa di Tangsel Ditutup
JAKARTA,SNOL Kedutaan Besar Turki di Indonesia meminta sekolah-sekolah yang terkait organisasi Fethullah Gulen ditutup. SMA Kharisma Bangsa Pondok Cabe, Pamulang Kota Tangerang Selatan adalah salah satu sekolah yang disebut terkait dengan Fethullah Gulen (FETO).
Presiden Turki Erdogan menuding FETO sebagai organisasi teroris yang melakukan kudeta terhadapnya. Secara keseluruhan, ada 8 sekolah di Indonesia yang dianggap berhubungan dengan Fethullah Gulen. Di antaranya, Sekolah Dwibahasa Pribadi di Depok, Sekolah Dwibahasa Pribadi di Bandung.
Kemudian, Sekolah Dwibahasa Kharisma Bangsa di Tangerang Selatan, Sekolah Dwibahasa Semesta di Semarang, Sekolah Dwibahasa Kesatuan Bangsa di Yogyakarta, Sekolah Dwibahasa Sragen, Sekolah Fatih di Aceh dan Sekolah Dwibahasa Banua di Kalimantan Selatan. Sekolah itu diketahui bekerjasama dengan organisasi di bawah Fethullah yakni Pasiad.
“Sebagai partner strategis, kami berharap dan mengandalkan dukungan dari Indonesia dalam perang melawan FETO sebagai organisasi teroris,” ungkap pernyataan resmi Kedubes Turki tersebut.
Menanggapi pernyataan Kedubes Turki, pengelola sekolah Kharisma Bangsa Kota Tangerang Selatan mengatakan saat ini pihaknya sudah tidak bekerjasama dengan Pasiad.
Kepala Sekolah SMP dan SMA Sekolah Karisma Bangsa Sutirto mengatakan sekolah yang dipimpinnya kini berada di bawah yayasan Kharisma Bangsa yang merupakan yayasan Indonesia. “Jadi tidak ada kaitan,ya dengan negara Turki,” ujar Sutirto, Jumat (27/7).
Sekolah dengan motto School of Global Education itu awalnya berdiri dari hasil kerja antara yayasan Kharisma Bangsa dengan yayasan Pasiad yang bernaung di Turki.
“Awal berdiri memang yayasan bekerjasama dengan yayasan dari Turki, Pasiad. Kerjasama itu berlangsung dari awal berdiri hingga tahun 2014. Dan sejak saat itu kami tegaskan tidak ada kerjasama dengan lembaga formal dari Turki,” tegasnya.
Dia denganh tegas membantah sekolah yang berada di jalan terbang layang no 21 Pondok Cabe Udik, Tangerang Selatan itu terkait dengan Fethulla Gullen.
“Kalau terkait Gullen, sebetulnya secara formal-informal tidak ada kaitannya. Memang mungkin ada beberapa guru dari negara Asing seperti dari Turki,” jelasnya.
Sutirto, mengklaim sekolah yang dipimpinnya itu merupakan sekolah berbasis sains dan pembangunan karakter yang fokus pada pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, akhlak dan bukan berbasis agama.
“Disini ada yang beragama Islam, Hindu, Budha, jadi memang bukan sekolah berbasis agama. Jadi kami tidak pernah menuliskan bahwa Kharisma Bangsa adalah sekolah agama. Lalu bagaimana ini bisa dikait-kaitkan dengan terorisme,” ungkapnya.
Sekolah dengan konsep asrama atau disebutnya, Bilingual Boarding School tersebut, memiliki dewan guru dari berbagai negara. Tenaga pengajar asing berasal dari Turki, tapi juga Eropa, Amerika dan Filipina.
“Tidak ada juga ajaran ajaran yang dicurigakan, karena sebetulnya sekolah ini adalah sekolah sains. Jadi tenaga asing yang ada di kami mengajar sains seperti matematika, fisika, kimia, biologi. Dan tidak mengajarkan yang kaitanya dengan ideologi ekstrim agama. Sampai saat ini total murid ada 700 peserta didik terdiri dari siswa SMP-SMA sebanyak 549 murid dan 150 sampai 200 siswa SD,”tandasnya.
Selain sekolah-sekolah dwibahasa tersebut, Kedubes Turki juga menyebut satu nama perguruan tinggi ternama di Tangerang Selatan (Tangsel), untuk menutup segala aktivitas perkuliahan yang berafiliasi dengan Gullen. Kampus tersebut adalah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Informasi itu diterima Kedubes Turki dari Dirjen Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama RI.
UIN Syarif Hidayatullah yang berlokasi di Ciputat ini, bahkan sudah lebih dulu memilih menghentikan kerja sama dengan lembaga pendidikan Turki, Gülen Chair.
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta telah menghentikan kerja sama dengan lembaga pendidikan dari Turki, Fethullah Gulen Chair.
“Kami sudah menghentikan kerja sama dengan pihak Fethullah Gulen Chair sebelum Ramadan. Pemutusan kerja sama ini berdasarkan berbagai pertimbangan mendasar,” kata Rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof Dr Dede Rosyada MA kepada pers di Jakarta, Jumat (22/7).
Ia menekankan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menginginkan kerja sama dibangun berdasarkan hubungan pemerintah dengan pemerintah (G to G), dan bukan dengan pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Terkait adanya tuduhan sementara pihak bahwa pemutusan kerja sama itu berdasarkan tekanan dari Duta Besar Turki untuk Indonesia, Rektor UIN Syarif Hidayatullah tidak menampik.
“Tepatnya bukan tekanan. Tapi pihak Dubes Turki di Jakarta memberi saran ke Dirjen Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama RI agar kerja sama dengan pihak Fethullah Gulen Chair ditinjau ulang,” tuturnya. (catur/gatot/jpg/satelitnews)