HIV Mengancam Sepanjang Jalan
CISAUK,SNOL—Sebanyak 124 warga Kabupaten Tangerang menderita penyakit HIV/Aids. Komisi Penanggulangan Aids menyebutkan tumbuhnya warung kecil yang menyediakan layanan seks di sepanjang jalur distribusi truk pasir, tepatnya Cisauk, Pagedangan, Legok, Panongan, Tigaraksa, Jambe, Solear hingga ke Cisoka turut berkontribusi atas penyebaran penyakit menular tersebut. Hady Irawan (35), Pengelola Program KPA Kabupaten Tangerang mengungkapkan bahaya HIV di jalur selatan menjadi perhatian karena titik-titiknya menyebar dan pola penyebarannya berbeda. Jika di jalur utara seperti Dadap Kecamatan Kosambi, penyebaran HIV terjadi secara menetap.
Tetapi kalau di wilayah selatan, pola penyebarannya terus bergerak. Warung-warung yang menyediakan pekerja seks tidak menetap di satu tempat saja melainkan bisa bergeser ke wilayah kecamatan lainnya dalam kurang waktu 3-6 bulan saja.
“Yang paling diperhatikan adalah wilayah Cisauk sebagai pintu gerbang masuk Kabupaten Tangerang yang berbatasan dengan Bogor. Di situ sangat banyak pekerja yang berisiko seperti sopir truk galian pasir dan sopir angkutan air,” ungkapnya, Minggu (25/10).
Selanjutnya, kata Hady, di wilayah Tigaraksa karena sedang banyak pembangunan perumahan. Selain sopir truk material juga ditemukan banyak pekerja bangunan itu sendiri yang ikut berbelanja seks. Bahkan di wilayah Jambe saja yang pada tahun-tahun sebelumnya biasa saja sudah terlihat angkanya.
“Pembangunan perumahan juga sangat mempengaruhi pola sopir truk untuk mampir ke warung remang-remang yang menyebar sepanjang jalan sampai kepada pekerja-pekerjanya,” jelasnya. Menurut Hady, HIV/Aids juga berpeluang menyebar ke Solear, tepatnya di wilayah Adhiyaksa. Di lokasi tersebut terdapat kelompok usia remaja 18 tahun ke bawah yang menjadi wanita pekerja seks tidak langsung. Begitu juga dengan di Cisoka.
“Kelompok berisiko di jalur selatan itu sopir truk, buruh tambang pasir dan tambang batu, pekerja developer serta dari warga lokal yang memang diperhatikan juga ikut belanja seks. Tetapi kelompok berisiko di selatan ada juga di Tigaraksa terdapat kelompok waria dan lelaki seks lelaki,”paparnya. Hady juga mengungkapkan, ada data terbaru yang saat ini masih diidentifikasi yakni pola kawin kontrak di kawasan Tapos.
“PSK di jalur selatan paling banyak datang dari Bogor, Banten bagian selatan dan beberapa wilayah lainnya sampai ada yang biasa mangkal di Tangsel bergeser ke kabupaten,”ujarnya.
Menurut Hady, anggota kelompok berisiko datang ke Kabupaten Tangerang, karena sebagai wilayah yang berkembang. Seperti diibaratkan ada gula ada semut. Artinya gula itu dimana ada pembangunan disitu ada perputaran uang. Sementara semutnya adalah kelompok pekerja maupun PSK-nya.
“Situasi di selatan ekonomi pembangunan maju pesat. Pastinya banyak sekali buruh dan sopir yang melintas. Di situ para PSK mulai berdatangan menjajakan seks karena buruh pasti jauh dari keluarganya. Bahayanya mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi sehingga dikawatirkan menyebar,” terangnya
Dari data temuan tahun 2015 sepanjang bulan Januari sampai Agustus tercatat sudah ada 124 kasus. Data tersebut diperoleh dari 8 layanan di puskesmas (Curug, Jalan Emas, Balaraja, Kosambi dan Mauuk), RS Qadr, RSU Tangerang serta RSUD Balaraja.
“Kalau dilihat dari tahun-tahun sebelumnya trend kasus mengalami peningkatan. Sebelumnya rata-rata kasus sejumlah 55 kasus, tapi saat ini belum Desember saja sudah ditemukan angka sebesar ini,” jelasnya.
Menurutnya, kelompok yang paling tinggi dalam kasus ini adalah adalah suami istri dan lelaki seks lelaki (sudah mempunyai istri kemudian belanja seks ke lelaki). Angka tersebut, kata Hady bisa saja bertambah.
“Kalau pola penyebaran di wilayah barat seperti Jayanti itu sebagai pintu masuk dari perbatasan Serang. Dimana memang beberapa tempat seks komersil sudah ditutup Satpol PP. Tapi ini justru sangat dikhawatirkan karena pada malam hari sendiri di Jayanti malah tidak teratur. PSK berjejer di pinggir jalan dan tidak terkonsentrasi yang sebelumnya seperti ada di mami rante,” ungkapnya.
Sedangkan dari wilayah utara belum ada perubahan pola. Seperti di Kosambi meski di Dadap dan Jalan Kali Perancis sempat ditutup, tapi yang sudah ketergantungan belanja seks masih banyak yang datang. Di Sukadiri dan Karang Serang ada di pantai Sangrila.
Hady menambahkan, pihaknya sudah memberikan informasi kasus HIV ini kepada SKPD yang mempunyai kewenangan untuk segera diambil tindakan. Dinkes melalui UPT Puskesmas sudah melakukan pemeriksanaa dan sosialisasi. Bahkan pihaknya melibatkan kelompok kerja masyarakat yang peduli aids.
Sekjend KPA Kabupaten Tangerang Efi Indarti menambahkan, dalam penanggulangan penyakit HIV ini tidak bisa dilakukan oleh KPA saja tapi harus terintegrasi dengan para stakeholder tingkat desa sampai Bupati melalui SKPD, masyarakat dan swasta.
“KPA hanya sebagai koordinator saja supaya bisa tepat sasasaran, efektif dan efisein. Kemudian peningkatan layanan pengobatan di RS dan Puskesmas serta peningkatan kapasitas tenaga kesehatannya,” katanya
Untuk mencegahnya, masyarakat juga harus tau cara penularan penyakit HIV. Pemberdayaan masyarakat itu sangat diperlukan untuk menghindari dan meminimalkan diskriminasi kalau ada yang terjangkit. (uis/gatot)