Kuasa Hukum Kadishub Tuding KejariTak Rasional
SERPONG,SNOL Kuasa Hukum Kepala Dishubkominfo Tangsel Nurdin Marzuki, Tamba Tuan Purba menuding Kejari Tigaraksa, Kabupaten Tangerang tidak rasional dalalam menetapkan Nurdin sebagai tersangka atas dugaan mark up pengadaan alat KIR dari dana APBD Kota Tangsel tahun anggaran 2011.
“Hingga saat ini, kami belum menerima penjelasan secara tertulis menyangkut status tersangka atas dugaan mark up pengadaan alat KIR dari dana APBD 2011 Kota Tangsel itu. Jangan lagi lah pakai kata tersangka kepada klien kami karena itu tidak relevan,” kata Tamba Tuan Purba kepada wartawan di Serpong (29/6).
Tamba menyatakan, dugaan korupsi yang disematkan kepada Kadishubkominfo Tangsel menjadi mentah, apabila melihat Pemkot Tangsel mendapat predikat penilaian opini WTP dari BPK RI Perwakilan Banten atas laporan keuangan Pemkot Tangsel tahun anggaran 2011. Ditambah lagi tidak ada pengecualian di Dishubkominfo Tangsel mengenai pengelolaan keuangan.
“Hasil temuan BPK RI sendiri, tidak ditemui adanya kejanggalan penggunaan keuangan pada Dishubkominfo Tangsel sejak Januari 2011 lalu. Maka, perlu kami jelaskan, status terhadap tersangka kepada Nurdin Marzuki tidak tepat,” ujarnya.
Menurut Tamba, kliennya pernah diminta keterangan sebanyak dua kali sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi pengadaan alat KIR di Kejari Tigaraksa, yaitu tanggal 4 April 2012 dan 16 April 2012. “Sebagai kuasa hukum, saya melihat ini lebih kepada pembunuhan karakter kepada klien saya. Mengingat Pemkot Tangsel mednapat WTP dan tidak ada temuan dari BPK RI. Kenapa tiba-tiba status itu disematkan. Padahal klien saya baru diperiksa dua kali sebagai saksi,” tuturnya.
Tamba menambahkan, Kejari menetapkan tersangka dugaan kasus KIR yakni kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan panitia pengadaan barang dan jasa yakni Edi Wahyu dan Wijaya Kusuma, bukan langsung kepada Kadishubkominfo. “Nurdin Marzuki menjabat sebagai Kadishubkominfo Kota Tangsel mulai Januari 2011. Sedangkan APBD tahun 2011 ketika itu, sudah disyahkan DPRD pada Desember 2010. Jadi, pak Nurdin hanya menjalankan proyek yang sudah ada dan tidak mengetahui apapun ketika sebelumnya,” ucapnya.
Seperti diketahui, Kejari Tigaraksa, awal bulan Juni lalu menetapkan Nurdin Marzuki sebagai tersangka, atas dugaan mark up korupsi proyek pengadaan alat uji KIR, yang saat itu, menelan anggaran senilai Rp 3,4 miliar untuk pengadaan alat secara keseluruhan. Namun, pihak Kejari Tigaraksa belum memastikan kerugian negara atas dugaan tersebut. Tetapi, Nurdin diduga bertanggung jawab karena merupakan pengguna anggaran. Untuk mengumpulkan bukti, Kejari Tigaraksa juga meminta keterangan Edy Wahyu, sekretaris dinas Kominfo saat itu, kepala bidang, kepala seski, hingga pejabat pelaksana tekniskegiatan (PPTK). Pengadaan alat KIR tersebut dimenangkan oleh PT. Mayindo, sebagai penyedia alat KIR.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Tigaraksa Ery Syarifah saat dihubungi wartawan beberapa waktu lalu, mengatakan penetapan status tersangka itu mengacu pada hasil pemeriksaan tahap awal yang dilakukan penyidik terhadap sejumlah saksi.“Posisi Nurdin saat itu adalah sebagai pengguna anggaran,” katanya, kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Pihak kejaksaan menemukan adanya indikasi mark up pada proyek tersebut. Hal itu kata Ery, terungkap dari adanya harga yang tidak wajar dalam pengadaan alat uji KIR tersebut. Dugaan korupsi itu terjadi pada selisih harga dari jenis alat KIR dan sarana penunjang lain. “Pengadaan perangkat alat kir itu satu paket. Tapi nyatanya jenis barang tidak satu paket, tapi terpisah. Seperti alat kir, kendaraan yang digunakan, serta mesin yang mengoprasikan alat kir itu sendiri. Kejanggalan harga ditemukan pada masing-masing jenis rangkaian barang tersebut,” jelasnya. (irm/bnn/eman)