Lahan 82 Ha Telantar, PT AGP Dituding Langgar Kesepakatan

PANDEGLANG,SNOL PT Abadi Guna Papan (AGP) dituding sudah menelantarkan lahan seluas 82 hektar di Desa Citeureup, Kecamatan Panimbang. Sejak tahun 1997, lahan yang dibebaskan dan diklaim milik perusahaan itu tidak dimanfaatkan secara maksimal dan tidak dipergunakan sesuai peruntukannya.
Hal itu terungkap dalam hearing antara PT AGP, DPRD Pandeglang, perwakilan masyarakat Citeureup, Badan Pertanahan Nasional (BPN), kantor pelayanan pajak pratama (KPPP), seumlah perwakilan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Pandeglang, serta sejumlah pihak terkait lainnya, di ruang Banmus DPRD, Kamis (19/4).
Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Eri Suhaeri wakil ketua DPRD,  Kabid Tata Ruang dari Dinas Tata Ruang, Pertamanan dan Kebersihan (DTRPK) Subiyanto mengatakan, selama ini pihaknya tidak pernah mendapatkan laporan adanya kegiatan di lokasi tersebut, maka dengan sendirinya dianggap gugur.
“Sesuai dengan perda nomor 22 tahun 2007, tentang tata ruang dan perizinan, saya kira dengan sendirinya atau secara otomatis sudah gugur jika selama ini tidak ada kegiatan,” kata Subiyanto.
Kepala kantor pelayanan pajak pratama (KPPP) Budi Hernowo mengatakan, pihaknya hanya menerima bukti pembayaran pajak dari PT AGP pada tahun 2011 lalu. Selebihnya tidak pernah ada masuk pembayaran apapun. “Kami tidak memiliki catatan pembayaran pajak PT AGP ditahun-tahun sebelumnya. Yang ada hanya tahun 2011 saja,” ujar Budi.
Perwakilan dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Hj Ika mengatakan, selama ini pihaknya juga belum pernah mendapatkan laporan adanya kegiatan di lokasi milik PT AGP itu. Kalau dalam izin prinsip dan izin penggunaanya yaitu untuk jalur wisata dan villa kebun. “Tapi setelah dilakukan peninjauan lokasi, jelas disana tidak ada kegiatan tersebut,” tandasnya.
Perwakilan dari masyarakat Citeureup Bustaman mengatakan, sejak tahun 2002, persoalan atau permasalahan antara PT AGP dengan masyarakat penggarap mulai muncul lantaran adanya pembatalan surat perjanjian antara kedua belah pihak termasuk pergantian pengelola di lapangan. “Saat ini yang terjadi adalah, masyarakat tidak boleh menggarap lahan itu. Tapi PT AGP-pun tidak memanfaatkannya. Masyarakat sudah melakukan penanaman pepohonan produktif sejak lama. Prinsipnya, kami yang menanam, kenapa harus orang lain yang menuai,” paparnya.
Kalaupun ada masyarakat yang memaksa memanen tanamannya, maka akan berurusan dengan hukum dan terbukti saat ini ada sekitar 12 orang warga yang sedang menjalankan proses pemeriksaan di Polres dan Polsek setempat.
Perwakilan dari PT AGP Bambang S mengatakan, selama ini PT AGP sudah menempuh prosedur yang berlaku di pemerintahan, termasuk memberdayakan masyarakat sekitar serta melakukan kontrak kerjasama.
Pihaknya mengklaim tidak ada persoalan di lapangan. Kalaupun terjadi pergantian pihak pengelola di lapangan, itu disebabkan karena ada isu atau informasi yang sampai ke perusahaan bahwa ada oknum yang mencoba menjual atau menggadaikan lahan tersebut.
“Selama ini kami berusaha memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Pajak tahunan dan kewajiban lainnya sudah kami penuhi, tapi ternyata ada sekelompok orang yang coba memanfaatkan kami dengan tidak menghargai hak-hak kami,” jelas Bambang.
Anggota komisi I Duriyat menegaskan, berdasarkan aturan perundang-undangan baik undang-undang pertanahan, perda serta aturan lainnya yang mengikat persoalan ini, jelas bahwa PT AGP sudah melanggar izin prinsip, izin penggunaan serta menerlantarkan lahan yang ada.
“Sementara, sudah 15 tahun lahan itu dibiarkan terlantar. Ini kan sayang, maka kami minta pimpinan DPRD segera membuat rekomendasi untuk para pihak terkait,” tandasnya. (mardiana/jarkasih)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.